KENDARI – PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) kembali menjadi sorotan terkait dugaan kegiatan penambangan terselubung di kawasan permukiman warga Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), dengan dalih pembangunan talud.
Menanggapi isu tersebut, Direktur PT WIN, Nuriman Djaelani, menegaskan bahwa tudingan itu tidak berdasar dan dinilai menyesatkan. Ia menyatakan, perusahaan tidak pernah melakukan penambangan di area permukiman, serta seluruh aktivitas perusahaan berjalan sesuai dengan perizinan resmi dari pemerintah.
“Faktanya, PT WIN tidak pernah melakukan aktivitas penambangan di permukiman. Semua kegiatan kami sesuai izin resmi dan mengikuti aturan yang berlaku,” ujar Nuriman kepada media ini, Senin (1/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa pembangunan talud yang dituding sebagai modus penambangan, justru merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Talud tersebut dibangun atas permintaan masyarakat guna mencegah risiko bencana alam seperti longsor dan banjir.
“Pembuatan talud adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di sekitar area operasional. Kami tetap berkomitmen menjadi mitra masyarakat melalui kegiatan usaha yang bertanggung jawab dan program sosial yang nyata,” tambahnya.
Salah satu pemilik lahan, Harding, juga membenarkan bahwa permintaan pembuatan talud murni berasal darinya, bukan inisiatif perusahaan. Ia mengaku mengajukan permintaan tersebut melalui Kepala Desa, agar PT WIN bersedia membangun talud di belakang rumahnya.
“Saya sendiri yang minta ke Kepala Desa supaya menyampaikan ke PT WIN agar dibuatkan talud. Itu untuk mengantisipasi longsor dan banjir karena gundukan tanah di belakang rumah saya cukup berbahaya,” kata Harding saat dihubungi.
Selain talud, Harding juga meminta agar gundukan tanah di belakang rumahnya diratakan oleh perusahaan. Ia khawatir jika tidak segera ditata, tanah tersebut bisa longsor sewaktu-waktu, apalagi saat musim hujan.
“Kalau hujan deras, rumah-rumah di bawah sering kebanjiran karena aliran air terhambat. Jadi saya minta agar tanahnya diratakan dan dibangunkan talud,” imbuhnya.
Terkait adanya penolakan dari sebagian warga, Harding menyebut hal tersebut tidak sebesar seperti yang diberitakan sejumlah media. Ia menduga, penolakan justru datang dari oknum warga yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan perusahaan.
“Tahun 2019, lahan mereka juga dikerjakan perusahaan, tapi tidak ada komplain. Tapi sekarang, ketika saya mau lahan saya ditata supaya aman, baru muncul penolakan. Ini terkesan aneh,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Torobulu, Nilham, saat dikonfirmasi turut membenarkan bahwa pembangunan talud bukanlah aktivitas penambangan, melainkan bentuk bantuan perusahaan atas permintaan warga.
“Warga memang meminta agar dibangunkan talud untuk menghindari longsor dan banjir akibat tumpukan tanah di belakang rumah mereka,” jelas Nilham.
Ia menilai, kepekaan sosial PT WIN terhadap kebutuhan masyarakat seharusnya diapresiasi. Selama beroperasi di Desa Torobulu, PT WIN disebut banyak memberi manfaat bagi warga setempat.
“Kami bersyukur, karena PT WIN telah banyak membantu. Selain merekrut karyawan lokal, mereka juga memberdayakan warga sebagai penyuplai air bersih dan makanan, serta memberikan bantuan sembako dan membangun fasilitas umum melalui program CSR,” tutupnya.
Berita ini merupakan klarifikasi atas isu yang berkembang di tengah masyarakat terkait aktivitas PT WIN di Desa Torobulu. Redaksi senantiasa berkomitmen menyajikan informasi secara berimbang, berdasarkan keterangan pihak-pihak yang berkepentingan.