KENDARI – Sekelompok masyarakat dan mahasiswa yang mengatasnamakan diri dari Konsorsium Masyarakat Pemerhati Daerah Sulawesi Tenggara (KMPD-SULTRA) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pada (24/12/2024). Mereka menyoroti maraknya penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Dalam orasinya pendemo menyebut, Sultra merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam, baik disektor pertanian maupun perikanan. Dalam perkembangan ekonomi di Bumi Anoa, sumber daya alam pada sektor laut menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat terkhusus di Desa Ngapawali, Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Maka dari itu, pemerataan penyaluran BBM terutama yang subsidi sangat diperlukan agar dapat bisa dipergunakan oleh masyarakat dengan baik. Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) subsidi diharapkan dapat membantu masyarakat dan dapat memudahkan masyarakat dalam mencari bahan bakar.
Namun hari ini berbanding terbalik, SPBUN subsidi yang berada di Desa Ngapawali, Kecamatan Kolono Timur diduga menjadi sarang bagi para mafia BBM yang mana dalam aktivitasnya diduga tidak tepat sasaran atau black market.
“Tapi faktanya SPBUN milik PT Fahri Prtama Energi (FPE) di Desa Ngapawali, Kecematan Kolono Timur diduga melayani pengisian BBM subsidi jenis solar menggunakan jerigen besar yang di mana tidak sesuai standar HDPE,” ungkap Heriyanto Moita dalam orasinya.
Ia bilang, SPBUN PT Fahri Prtama Energi dalam aktivitas penyaluran BBM bersubsidi jenis solar di Desa Ngapawali bukanya memberikan hak masyarakat sesuai dengan rekomendasi Pemerintah, malahan diduga sering memotong porsi atau jumlah volume BBM yang seharusnya disalurkan untuk masyarakat khususnya nelayan.
“Mirisnya, banyak oknum yang kemudian menimbun dan mengambil jatah masyarakat, sehingga masyarakat seringkali tidak kebagian BBM jenis solar tersebut. Kami curigai terjadi kejahatan mafia BBM bersubsidi yang terstruktur dan masif didalam SPBUN PT Fahri Prtama Energi,” kata Heriyanto.
KMPD-SULTRA telah mengantongi sejumlah bukti dugaan penyalahgunaan penyaluran BBM jenis solar SPBUN PT Fahri Prtama Energi. Sehingga mereka berharap agar dugaan tersebut bisa terselesaikan dan supremasi hukum di Negara ini ditegakkan seadil-adilnya.
Lanjutnya, seharusnya perusahaan taat terhadap aturan Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta pasal 53 hingga pasal 58 serta pasal 55 Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 Undang-undang nomor 9 tahun 1998 dan pasal 28E ayat (3).
KMPD mendesak DPRD Sultra untuk segera memanggil Direktur PT Fahri Pratama Energi dan mengagendakan untuk melakukan evaluasi rapat dengar pendapat (RDP) serta membentuk panitia khusus (Pansus) untuk meninjau kembali SPBUN PT Fahri Pratama Energi.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Sultra Abdul Halik dari Dapil 2 Konsel-Bombana saat menemui massa aksi menyebut pihaknya akan memanggil dan menjadwalkan rapat dengar pendapat dengan pihak-pihak terkait.
“Inilah fungsi dari mahasiswa dan masyarakat untuk mengontrol, sebagai dapil dari sana (Konsel-Bombana) kita mengecam jika memang ditemukan peruntukkannya di SPBUN itu bukan untuk nelayan tetapi untuk bisnis,” ucap Abdul Halik.
Anggota Komisi III DPRD Sultra itu mengatakan, Dewan akan menjadwalkan untuk rapat dengar pendapat pada 6 Januari 2025 mendatang.
Selain itu, massa aksi juga mendesak PT Pertamina (Persero) regional Sulawesi Tenggara untuk segera memberikan sanski tegas berupa pemberhentian pendistribusian BBM dan pencabutan izin operasional SPBUN PT Fahri Prtama Energi.
“Kami juga meminta Polda Sultra untuk segera memanggil dan memeriksa Direktur Utama SPBUN PT Fahri Pratama Energi karena diduga telah melakukan aktivitas ilegal dan berkongkalikong dengan para mafia BBM,” harapnya.
Sementara, salah satu penanggung jawab SPBUN PT Fahri Pratama Energi menampik tudingan tersebut. Ia menjelaskan bahwa kuota yang diberikan dari Pertamina tidak mencukupi untuk kebutuhan nelayan di 2 Kecamatan.
“Saya kira pelayann kami sudah sesuai dengan prosedur yang ada,” ujarnya.
Dia menerangkan, ketersediaan kuota BBM di SPBUN PT Fahri Pratama Energi hanya 30 Kilo Liter (KL) perbulan. Sedangkan yang dibutuhkan untuk memenuhi kuota rekomendasi dari Dinas Perikanan Konsel sekitar 70 KL perbulan dari seluruh jumlah rekomendasi di Kecamatan Kolono dan Kolono timur.
“Yang mengatakan bahwa BBM tersebut disalah gunakan itu tidak benar, karena kebutuhan yang ada saja tidak memenuhi kuota, jadi kami sementara mengupayakan untuk memenuhi kuota sesuai data yang ada,” tutupnya.