KendariMerdeka.com – Dua perusahaan tambang nikel di Konawe Utara, masing-masing PT Rockstone Mining Indonesia (RMI) dan PT Cipta Djaya Surya (CDS) menjadi sorotan masyarakat.
Pasalnya, PT RMI dan PT CDS disinyalir menambang dalam kawasan hutan tanpa menggunakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Masyarakat Konawe Utara Sahaka mengungkapkan, dua perusahaan tersebut beraktivitas secara ilegal.

PT CDS saat ini sudah membuat jalan dari pantai Marombo ke puncak gunung. Dalam rute jalan yang dibangun itu, PT CDS menerobos hutan lindung.
Keduanya tidak terpantau pemerintah setempat, pun penegak hukum. Menurutnya, dua perusahaan tersebut sudah selayaknya di proses hukum karena melanggar Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Undang-undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Kami meminta Pihak ESDM Sultra dan juga Polda Sultra untuk mengusut kasus ini. Karena dua perusahaan ini telah menabrak sejumlah aturan,”tegas Sahaka saat ditemui di Kota Kendari.

Hutan di lokasi penambangan illegal PT RMI Nampak sudah gundul. Jumlah luas lokasi diperkirakan sekitar 10 hektare. Dalam lokasi penambangan illegal tersebut juga masih nampak alat berat perusahaan. Mereka seperti tanpa beban mengeruk nikel.
Sahaka mengatakan, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah dengan potensi kekayaan mineral logam dan sumber daya alam terbesar di Negara Indonesia.
Namun belakangan ini, proses pengerukan sumber daya alam telah dilakukan dengan mengesampingkan masalah lingkungan. Akibatnya, eksplorasi sumber daya alam dengan tujuan kemakmuran rakyat menjadi isapan jempol belaka.
“Hal tersebut seperti yang dilakukan PT RMI dan PT CDS,” kata Sahaka.
Dia melanjutkan, PT RMI terang-terangan keluar dari konsesinya mengeruk nikel. Sementara CDS, nekat menerobos hutan lindung guna membuka jalan baru untuk tambang.

sebuah foto, yang memperlihatkan aktivitas PT RMI didalam lahan baru (Bukan dalam IUP PT Bososi), lengkap dengan titik kordinat tempat RMI melakukan pelanggaran hukum, (Foto Istimewa)
Aktivitas ilegal kedua perusahaan itu terbongkar setelah alat berat yang beroperasi di Desa Marombo, Langkikima dipergoki masyarakat.
Masyarakat setempat menyayangkan pihak kepolisian dan pemerintah luput dari tindakan melanggar hukum tersebut.
“PT RMI itu adalah perusahaan yang mendapatkan SPK (Surat perintah kerja) oleh PT Bososi selaku pemilik IUP di Konut. Tapi dalam prakteknya, RMI keluar dari lokasi Bososi dan menambang dalam kawasan hutan yang bukan milik siapa-siapa. Jadi ceritanya mereka (RMI-red) membikin lahan penambangan baru tanpa memiliki IUP, AMDAL, IL dan lainnya,” katanya.
Pernyataan itu didukung dengan bukti foto, yang memperlihatkan aktivitas PT RMI didalam lahan baru (Bukan dalam IUP PT Bososi), lengkap dengan titik kordinat tempat RMI melakukan pelanggaran hukum. Kemudian mencocokan titik kordinat itu dengan titik kordinat lokasi PT Bososi dalam peta google earth.
“Kita bisa lihat jaraknya. Jauh sekali jaraknya antara lokasi penambangan baru PT RMI dengan lokasi IUP PT Bososi. Artinya kalau dia dapat SPK dari Bososi, maka harusnya dia menambang di Bososi saja. Tapi ini dia keluar dari IUP PT Bososi dan membuat suatu lahan penambangan baru. Anehnya ini dibiarkan saja juga sama polisi dan pemerintah,” katanya lagi.
Hutan di lokasi penambangan ilegal PT RMI Nampak sudah gundul. Jumlah luas lokasi diperkirakan sekitar 10 hektare. Ia menyebut jika ini diproses hukum maka banyak yang akan terkena pasal. Dalam lokasi penambangan illegal tersebut juga masih nampak alat berat perusahaan. Mereka seperti tanpa beban mengeruk nikel.
“Kabarnya belasan kapal tiap bulan berangkat dari lokasi RMI yang secara ilegal ini. Tapi ini baru kabar saja, nanti kita akan buktikan di syahbandar dan pemerintah. Karena pasti ada datanya,” bebernya.
Lebih jauh ia memaparkan bukan saja hutan, laut di Marombo tempat pelabuhan RMI sudah direklamasi tanpa mengantongi izin dari pemerintah. Sementara untuk PT CDS katanya, saat ini sudah membuat jalan dari pantai Marombo ke puncak gunung. Dalam rute jalan yang dibangun itu, PT CDS kata Sahaka menerobos hutan lindung. Dan ini luput dari pantauan penegak hukum dan pemerintah.
“Parah sekali, mereka berani melakukan ini dengan secara terbuka. Bayangkan saja hutan lindung diterobos dibangun jalan dari gunung ke pantai. Inikan pelanggaran hukum,” jelasnya.