Connect with us

Berita

Proyek Pembangunan Gedung Bapelkes Sultra Diduga Bermasalah

Penulis: Hamid

Published

on

KendariMerdeka.com, Kendari – Pembangunan gedung Balai Pelatihan Kesehatan Kota Kendari Sulawesi Tenggara yang bersumber dari Dana Alokasi Khsusus (DAK) tahun 2019 diduga bermasalah. Pasalnya, fisik bangunan yang menelan anggaran puluhan miliar tersebut sudah banyak ditemukan kerusakkan.

Aliansi Pemerhati Pembangunan Nasional, Ridwan mengatakan, Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 10.322.213.000 atau Rp10,3 miliar dengan harapan pembangunan gedung tersebut bisa maksimal. Namun ironisnya, bangunan tersebut tidak sebanding dengan besarnya uang negara yang dihabiskan. Karena proyek pembangunan gedung Bapelkes dianggap tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan.

Dari informasi yang dihimpun media ini, proyek miliaran itu dikerjakan oleh PT Tri Dwi Satria Mandiri. Diduga, saat mengerjakan proyek tersebut banyak tahapan-tahapan yang dikerjakan kontraktor yang menyalahi aturan.

Begitu juga dengan konsultan pengawas, tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya untuk mengawasi pekerjaan dengan memakan anggaran puluhan miliar tersebut. Lebih disayangkan lagi lanjut Ridwan, dalam pengerjaan tersebut diduga tidak melibatkan dinas terkait yang berkompeten, dalam hal kegiatan konstruksi yaitu Dinas Pekerjaan Umum.

“Hal ini jelas sudah menyalahi aturan karena tidak melibatkan Dinas PU. Dimana jika ada keterlibatan dari Dinas PU hal ini bisa meminimalisir kesalahan dalam tahap pengerjaan proyek. Alhasil banyak item pekerjaan yang amburadul,” ungkapnya.

Beberapa pantauan di lapangan kata Ridwan, terdapat beberapa titik ploor lantai luar yang retak dan bergeser dari bangunan, kebocoran plat atap yang merembes ke dinding bangunan, relling tangga yang dikerjakan tidak sesuai dengan spek, lampu pada bangunan juga masih terlihat tidak terpasang dan plafon bangunan terlihat merembesnya air dari atas bangunan, keramik lantai bangunan pun masih banyak yang kosong.

“Menurut informasi beberapa pegawai Bapelkes, tahap pekerjaan keramik dikerjakan lebih awal sebelum waktunya. Pekerjaan atap dan dinding belum selesai namun pekerjaan keramik sudah dikerjakan,” jelas Ridwan.

“Secara visual kita menilai material yang dikerjakan banyak yang menyalahi prosedur,” tambahnya.

Ridwan berujar, konsultan pengawas memiliki peran penting, selain itu PPTK harus jeli melihat mulai tahap awal sampai akhir hingga proyek tersebut dibayarkan. Untuk itu ia menduga, proyek yang bersumber dari pusat ini dinilai banyak unsur KKN.

“Perlu dikaji ulang dan cek kembali pekerjaannya, serta melakukan klarifikasi dokumen lelang, dokumen perusahaan. Apakah memang benar rekanan yang mengerjakan memang sudah sesuai aturan atau hanya menggunakan dokumen asli tapi palsu (aspal),” katanya lagi.

Hingga berita ini diterbitkan, Konsultan Pengawas dan juga pihak PT Tri Dwi Satria Mandiri belum bisa dikonfirmasi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Ratusan Masyarakat Kecamatan Wolo Tagih Janji PSN PT Ceria Nugraha Indotama

Published

on

KOLAKA – Ratusan masyarakat Wolo yang tergabung dalam Organisasi Masyarakat Lingkar Tambang (MATA) Wolo kembali menggelar aksi unjuk rasa di area pertambangan (Houling) PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) di Kelurahan Wolo, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Senin (10/2/2025)

Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap perusahaan yang dinilai tidak memberikan solusi atas tuntutan warga dan tuntutan aksi Damai di tgl 03/02/2025

Aksi unjuk rasa yang digelar houling PT CNI ini berakar dari berbagai permasalahan yang hingga kini belum dituntaskan oleh perusahaan di antaranya sengketa lahan dan kebun warga, dampak lingkungan, penyerapan tenaga kerja lokal, serta pemenuhan program Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Pengembangan Masyarakat (PPM).

Selain itu, warga juga menuntut agar keberadaan smelter yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, guna mewujudkan kedaulatan, kemakmuran, dan kesejahteraan bagi warga sekitar tambang.

Anggota Dewan Pendiri Ormas MATA Wolo, Mallapiang, menegaskan bahwa aksi damai ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap manajemen PT CNI yang dianggap gagal dalam menyelesaikan permasalahan warga.

“Aksi ini adalah bentuk perjuangan warga yang selama ini hak-haknya terabaikan. Kami tidak akan berhenti sampai tuntutan kami dipenuhi,” tegas Mallapiang.

Di tempat yang sama, ketua Ormas MATA Wolo, Fasil Wahyudi, menambahkan bahwa aksi demonstrasi akan terus berlanjut hingga ada kejelasan dan realisasi atas tuntutan masyarakat.

“Selama satu dekade keberadaan PT CNI, kami telah menyaksikan berbagai dampak buruk, baik terhadap lingkungan maupun sosial. Kami tidak akan tinggal diam,” ujar Fasil.

Masyarakat lingkar tambang Wolo berharap PT CNI segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan permasalahan ini dan tidak terus mengabaikan hak-hak mereka. Jika tidak, aksi serupa akan terus berlanjut dengan skala yang lebih besar.

Namun, hingga berita ini tayangkan awak media masih berusaha mengonfirmasi pihak PT Ceria Nugraha Indotama.

Continue Reading

Berita

Tuntut Upah Lembur, Karyawan PT TMMS di Konawe Utara Mogok Kerja

Published

on

KONAWE UTARA – Setiap perusahaan yang beraktivitas di suatu daerah diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi pekerja maupun masyarakat setempat.

Namun kondisi ini nampaknya tidak dirasakan oleh puluhan karyawan kontraktor pertambangan PT Tambang Meranti Mulia Sejahtera (TMMS) di Kabupaten Konawe Utara.

Ibarat kerja keras bagaikan kuda namun gaji seperti kura-kura. Karyawan lembur berjam-jam namun gaji yang diterima tak sesuai.

Peliknya situasi ini membuat puluhan karyawan PT TMMS memilih untuk mogok kerja. “Jangan perbudak kami di Kampung sendiri,” ujar salah satu karyawan berinisial IL.

Diceritakan, sejak tahun yang lalu PT TMMS tidak pernah membayarkan uang lembur harian. Meski karyawan masuk kerja di jam istrahat atau waktu libur tetap saja pihak perusahaan enggan menghitung kelebihan jam kerja untuk selanjutnya dibayarkan.

“Kondisi ini sebenarnya sudah berjala sejak dia tahun lalu, Januari tahun ini kami kembali mengajukan ke office namun sampai hari ini belum ada realisasi,” ungkapnya. Senin (10/2/2025).

Langkah mogok kemudian ditempuh sebagai jalan terakhir. Setelah mediasi dan perundingan yang tak jua menghasilkan solusi.

“Kami sudah menyurat ke dinas, 7 hari sebelum pelaksanaan mogok kerja ini, dan kami pastikan jika pihak perusahaan mencoba untuk mengahalagi ataupun membenturkan sesama karyawan dengan ancaman PHK maka mereka akan bermasalah dengan APH dikemudian hari,” tegasnya.

“Yang kami inginkan hanya satu, kami bisa sejahtera dikampung kami sendiri, kami bisa sejahtera dengan hak dan haji kami,” imbuh IL karyawan PT TMMS yang ikut mogok kerja.

Sementara itu, pihak PT TMMS belum bisa dikonfirmasi atas keadaan mogok kerja.

Aturan pembayaran lembur diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Aturan ini mewajibkan pengusaha untuk membayar upah lembur kepada pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja, pada hari libur resmi, atau pada istirahat mingguan.

Continue Reading

Berita

DPRD Sultra Diminta Tegas Tangani Dugaan Pencemaran Lingkungan PT TBS di Watalara

Published

on

KENDARI – Aksi demonstrasi dugaan pencemaran lingkungan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana terus berlanjut.

Konsorsium Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Korum Sultra) kembali bertandang ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra yang ketiga kalinya untuk menyuarakan jeritan masyarakat yang terkena dampaknya.

Dalam orasinya, mereka mendesak DPRD Sultra untuk mengeluarkan rekomendasi pemberhentian aktivitas atau bahkan pembekuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TBS. Sebab perusahaan tersebut diduga telah mencemari lingkungan pada saat 8 dan 30 Januari 2025. Di mana terlihat dari beberapa foto dan video dokumentasi aliran kali dan pesisir pantai berwarna kemerah-merahan.

“Kami meminta ketegasan dari anggota DPRD Sultra soal rekomendasi pemberhentian aktivitas PT TBS di Kabaena Selatan,” ucap Jendral Lapangan Korum Sultra, Malik Botom

Malik menilai, DPRD Sultra tidak serius dalam menanggapi persoalan dugaan pencemaran lingkungan PT TBS.  Sebab menurutnya, Komisi III DPRD Sultra tidak menjalankan hasil keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang terselenggara pada (22/1/25) lalu.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi akan melakukan kunjungan langsung ke lokasi penambangan PT TBS dan setelah melakukan kunjungan hingga memperoleh data primer maka akan segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus). Dalam kunjungan Komisi III DPRD Sultra nanti, pihaknya siap melibatkan perwakilan dari Konsorsium Mahasiswa Sultra.

“Kalau siap, ayo sama-sama supaya mereka melihat secara langsung pada pihak-pihak yang seperti TBS ini,” ujarnya.

PT TBS disaat yang sama belum mengantongi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dalam aktivitas operasionalnya. Hal ini berdasarkan data dari Dinas ESDM Sultra. Berdasarkan data dinas ESDM Sultra ini, Sulaeha Sanusi berkomitmen akan menindaklanjuti ketiadaan RKAB PT TBS.

“Kami akan koordinasi dengan ESDM. Saya sudah dikirimkan juga, tidak ada namanya PT TBS sebagai pemegang kuota RKAB, kami akan tidak lanjuti juga,” ungkapnya.

Anggota Komisi III, Suwandi Andi menyetujui adanya pembentukan Pansus mengenai dugaan masalah pencemaran lingkungan PT TBS.

“Saya secara pribadi maupun anggota DPRD sepakat untuk pembentukan pansus,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Humas PT TBS, Nindra  membantah tudingan tersebut. Ia bilang, sampai hari ini sungai Watalara belum pernah meluap hingga mengakibatkan banjir dan mencemari lingkungan yang dapat merusak biota laut sebagaimana foto yang ramai beredar.

“Itu bukan banjir, tapi keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir di rumah warga itu diambil dua tahun lalu dan saat kegiatan penambangan kami sedang berhenti,” jelasnya.

Continue Reading

Trending