Connect with us

Berita

Polemik Pilkades 2022 di Kabupaten Muna, Mendagri Layangkan Surat Pembatalan PSU

Penulis: Azizah

Published

on

MUNA – Penyelesaian polemik empat desa dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak 2022 di Kabupaten Muna telah menemukan titik terang.

Teranyar, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI melalui Direktur jenderal (Dirjen) Bina Pemerintahan Desa (BPD) telah melayangkan surat balasan atas klarifikasi Pemerintah Daerah (Pemda) Muna.

Dalam suratnya Dirjen BPD Kemendagri bernomor 100.3.5.5/3300/BPD tertanggal 24 Juli 2023, meminta kepada Bupati Muna agar segera membatalkan hasil Pemilihan Suara Ulang (PSU) dalam permasalahan Pilkades dan melantik Calon Kepala Desa (Cakades) terpilih Parigi, Wawesa, Kambawuna dan Oensuli.

Hal-hal teknis terkait penyelesaian permasalahan perihal pembatalan hasil PSU dan pelantikan Cakades terpilih menjadi kewenangan Pemda Muna dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Informasi yang dihimpun surat dari Kemendagri RI tersebut telah disampaikan di Pemda dan DPRD Muna.

Menyikapi perintah tersebut Pemda dan DPRD Muna sudah menggelar rapat bersama di Sekretariat DPRD setempat, pada Selasa 1 Agustus 2023.

Dalam rapat bersama yang dihadiri Komisi I DPRD Muna Asisten I Bahtiar Baratu, Kabag Hukum Setda Muna Kaldav Akyda Sihidi, serta pihak DPMD Muna itu memutuskan dan menyepakati bakal membentuk tim untuk melakukan pengkajian dan telaah terhadap Pilkades di empat desa.

Dimana nantinya tim yang akan dibentuk diberikan waktu selama satu bulan untuk menyelesaikan polemik di empat desa yang dimaksud, yang selanjutnya tim diminta melakukan koordinasi dengan Forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) untuk mengantisipasi adanya gejolak.

Forum perjuangan aspirasi masyarakat desa provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) La Ode Kabias menilai apa yang disepakati Pemda bersama DPRD Muna dalam penyelesaian empat Cakades terpilih di Wawesa, Parigi, Kambawuna dan Oensuli terlalu berlarut-larut.

Kabias mengatakan, perintah Kemendagri kepada Bupati Muna agar membatalkan empat Kades hasil PSU dan melantik Cakades terpilih hasil Pilkades serentak 2022 yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku harus segera dilaksanakan.

“Maka seyogyanya Pemda Muna yang diberi kewenangan untuk menjalankannya sesuai peraturan perundang-undangan, yakni menyelesaikan paling lambat lima hari setelah alasan atau dasar surat mendagri di terima. Jadi undang-undang mengamanatkan lima hari bukan satu bulan,” kata Kabias dalam keterangan tertulisnya, Rabu 2 Agustus 2023.

Menurut mantan Kabag Hukum DPRD Kota Kendari itu, argumen terkait gejolak di masyarakat mestinya tidak perlu dijadikan dasar untuk memperlambat proses.

Pasalnya kata Kabias, masyarakat Muna pada hakikatnya tidak mencintai perbuatan melanggar hukum.

“Karna masyarakat telah mengetahui bahwa PSU dalam Pilkades adalah dilarang dan melanggar hukum, masyarakat justru akan mendukung jika produk yang melanggar hukum akan dibatalkan. Pendapat akan adanya gejolak hanyalah pendapat yang bohong,” ujar Kabias.

“Masyarakat Muna sangat faham bahwa sesuatu yang melanggar hukum akan berhadapan dengan aparat penegak hukum. Kami berharap hargailah hak demokrasi masyarakat, dahulukan penyelesaian yang menjadi hak hukum masyarakat,” timpalnya.

Untuk itu Kabias meminta kepada Forkompinda Muna agar peduli kepada  hal-hal yang sifatnya akan merugikan masyarakat.

Ia juga mengimbau kepada Forkompinda agar tidak tinggal diam dan memberikan teguran kepada Pemda Muna jika hal itu merugikan hak hukum masyarakat.

“Kami yang sejak awal memperjuangkan nasib cakades terpilih yang dianulir dalam Pilkades di Muna, berharap Pemda Muna untuk tidak mengambil langkah mubazir dan mengakibatkan semakin lambatnya penyelesaian Pilkades di Muna ini,” pungkas salah satu tokoh masyarakat Parigi itu.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Cerita Warga Kecamatan Mowila Soal Dugaan Serobot Lahan Hingga Janji Manis PT Merbau

Published

on

KENDARI – Lagi, dugaan penyerobotan lahan milik masyarakat oleh perusahaan kelapa sawit kembali terjadi. Kali ini, kriminalisasi itu dirasakan warga Desa Rakawuta, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)

Berdasarkan pengakuan seorang warga bernama Aziz bahwa konflik agraria antara pemilik lahan dan PT Merbau Jaya Indah Raya terjadi sejak tahun 2010. Perusahaan menawarkan kerjasama dalam bidang perkebunan sawit kepada warga dengan cara sistem plasma.

“Pada saat itu pihak PT menawarkan berbagai macam keuntugan kepada warga yang mau bergabung,” ungkap Aziz.

Tawaran itu diantaranya adalah, sistem bagi hasil 80-20 atau 80% untuk perusahaan dan 20% untuk warga, jaminan kesehatan, upah harian, biaya sekolah anak hingga di bangku sekolah menengah atas (SMA/SMK/sederajat) serta jaminan pangan untuk warga.

Kata Aziz, perusahaan juga berjanji 3 bulan setelah penandatanganan dan pemberian uang SIP kepada warga, pihak PT akan segera mengerjakan lahan tersebut, namun hal itu tidak terwujud hingga sampai 5 tahun dari waktu yang dijanjikan perusahaan.

Sehingga warga menganggap pihak perusahaan tidak bersungguh-sungguh dan mengundurkan diri dan warga kemudian kembali mengolah lahannya dengan menanami lada atau merica maupun tanaman perkebunan lainnya.

“Setelah 5 tahun tidak ada tindak lanjut, tiba-tiba saja pihak perusahaan datang dan menggusur lahan warga tanpa memberikan konfirmasi ataupun memberikan surat jaminan plasma seperti yang telah dijanjikan kepada warga. Selain itu, lahan warga yang tidak ikut mendaftar juga ikut digusur,” katanya.

Aziz membeberkan bahwa menurut pihak perusahaan bahwa seluruh lahan di Desa Rakawuta dan sekitarnya sudah menjadi hak milik PT Merbau Jaya Indah Raya berdasarkan bukti kepemilikan melalui surat Berita Acara Pengukuran Lahan/Tanah (BAP), Surat Pernyataan Pengalihan/Penyerahan Penguasaan Lahan dan Hak Guna Usaha (HGU).

“Sungguh tipu daya yang luar biasa, karena sampe sekarang pun warga tidak pernah merasa menjual tanahnya. Memang dulu perusahaan memberikan kompensasi kepada warga sebesar Rp700ribu hingga Rp1 juta, tapi itu bukan uang jual beli, melainkan sebagai gantirugi tanaman,” bebernya.

“Kenyataan ini sangat memukul hati warga, maka dari itu warga menuntut keadilan dan menghendaki tanahnya atau haknya kembali serta memutus segala hubungan dengan PT Merbau Jaya Indah Raya,” tambahnya.

Sementara itu, Humas PT Merbau, Mursalim yang dikonfirmasi pada (13/3/25), melalui telepon seluler enggan memberikan tanggapan apapun.

Continue Reading

Berita

Aksi Heroik Seorang Ibu Usir Aktivitas Tambang PT Rimau di Kecamatan Pomalaa

Published

on

KENDARI – Seorang warga Desa Sopura, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) terpaksa hentikan aktivitas penggusuran yang diduga dilakukan perusahaan PT Rimau New World.

Aksi ini nekat perusahaan menggusur lahan warga diabadikan dalam sebuah video berdurasi 1 menit 12 detik, yang telah diposting oleh akun Facebook (FB) bernama @Indy Alzah, Rabu (12/3/2025) kemarin.

Dalam video tersebut, seorang ibu-ibu meminta sejumlah alat berat milik PT Rimau New World untuk menghentikan aktivitasnya.

“Berhenti berhenti, berhentiko, berhenti berhentiko,” ucap ibu-ibu yang diketahui pemilik lahan yang diduga digusur PT Rimau.

Mendengar perkataan pemilik lahan, sejumlah karyawan yang tengah bekerja langsung bergegas meninggalkan lokasi.

Pemilik lahan yang sudah dalam kondisi emosi mempertanyakan, siapa yang memerintahkan para pekerja untuk menggusur lahannya.

Padahal kata, menurut ibu-ibu tersebut, sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak agar tidak melakukan aktivitas pengusuran, sebelum ada kesepakatan yang disepakati pemilik lahan dan perusahaan.

“Sudah ada pembicaraan diatas, jangan ada yang kerja, tapi kenapa dimasukkan alat, kurang ngajar memang, berhentiko,” teriaknya.

Aksi nekat perusahaan ini pun, menuai banyak komentar negatif dari pengguna

FB, salah satunya akun FB @Anthy Fanya.

“Sama punyanya oherQ, mereka gusur baru blum ad ksepakatan harga,” sebutnya.

Sementara, akun FB @Indah Atam Ais mendukung perlawanan kepada perusahaan yang seenaknya memasuki lahan masyarakat, tanpa ada kesepakatan yang jelas.

“Gas terus bu kalau hakta patut di perjuangkan,” ujarnya.

“Sungguh miris ya kalo hak masyarakat kecil tertindas demi pembukaan lahan,” tulis akun FB @Suhardin Sudding.

“Eee kodong stengah matinya itu org tua dia buka lahan baru mau seenaknya sj mereka lain yg mengolah lain yg menjual bagaimana ceritanya itu,” sebut akun FB @Rahmat Alfatih.

Hingga kini, video yang diposting di media sosial (Medsos) FB itu telah dibagikan sebanyak 201 kali, like 370, dan komentar 122.

Sementara, hingga berita ini turunkan, awak media ini masih berupaya untuk menghubungi dan mengkonfirmasi pihak PT Rimau New World.

Continue Reading

Berita

14 Unit Eskavator Disita Dari Lokasi Tambang Batu Ilegal di Konawe Selatan

Published

on

KENDARI – Tim gabungan dari Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Brimob Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menyita 14 unit ekskavator dan memasang plang larang disebuah lokasi tambang batu ilegal yang disinyalir berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).

Operasi ini bermula dari laporan masyarakat kerap mengeluhkan kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT KKU dan CV WM yang berpotensi menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir bandang.

Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun menyatakan, hasil investigasi kami mengungkap bahwa tambang ini dikategorikan sebagai tambang ilegal di dalam kawasan hutan negara, yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif.

Dampak kerusakan ini berpotensi memicu bencana longsor dan banjir bandang, mengingat lokasi pertambangan berada di wilayah perbukitan yang dekat dengan permukiman warga. Kondisi ini menyebabkan kerugian besar bagi negara akibat kerusakan lingkungan dan hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang seharusnya menjadi sumber pendapatan negara.

Aktivitas penambangan ilegal ini dilakukan di kawasan hutan tanpa dilengkapi dokumen Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang sah karena belum memiliki dokumen Penetapan Areal Kerja (PAK).

Selain itu, lokasi tambang ilegal ini telah memasuki Kawasan Hutan Lindung dengan topografi perbukitan curam, sehingga sangat rentan terhadap bencana tanah longsor dan banjir bandang yang dapat membahayakan masyarakat yang tinggal di wilayah bawahnya.

Saat melakukan penyitaan alat berat, tim operasi menghadapi perlawanan dari para pekerja tambang ilegal dan sopir dump truk yang berjumlah sekitar 100 orang.

“Mereka melakukan penghadangan dan memblokade akses jalan keluar, mengancam petugas operasi, serta melempari kendaraan petugas. Namun kami akan tetap kejar dan tindak para pihak-pihak yang terlibat, termasuk pengawas lapangan dan penanggung jawab kegiatan tambang ilegal ini,” ungkap Aswin.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu menegaskan, operasi ini adalah langkah nyata dalam upaya penegakan hukum dan perlindungan kawasan hutan dari eksploitasi ilegal.

“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Tidak boleh ada pihak yang merasa kebal hukum dan bisa mengeksploitasi sumber daya alam secara ilegal tanpa konsekuensi,” tegas Rudianto.

Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi memastikan kepada pihak yang terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal harus bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku.

“Tidak hanya pelaku di lapangan, kami juga akan menelusuri jaringan penerima manfaat dari kegiatan ilegal ini untuk memastikan bahwa semua pihak yang memperoleh keuntungan dari kejahatan lingkungan turut diproses secara hukum,” katanya.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menegaskan bahwa operasi ini merupakan bukti nyata kehadiran negara dalam menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merusak kawasan hutan, serta bagian dari upaya melindungi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dari keberadaan hutan yang lestari.

“Penambangan ilegal bukan hanya kejahatan lingkungan, tetapi juga ancaman terhadap ketahanan ekosistem dan keselamatan masyarakat. Hutan bukan hanya sekadar ruang eksploitasi, tetapi memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan hidrologis, mencegah bencana ekologis, serta menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar,” ujar Dwi Januanto.

“Ketika kawasan hutan dirusak, risiko bencana meningkat, daya dukung lingkungan menurun, dan masyarakat menjadi korban,” tambahnya.

Januanto menekankan, pemerintah tidak anti terhadap kegiatan pertambangan, namun aktivitas tersebut harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan ekonomi negara.

“Negara tidak menolak pertambangan, tetapi aktivitas tambang harus legal, memiliki izin yang sah, dan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” jelasnya.

Tambang ilegal ini bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga menyebabkan kerugian dari hilangnya potensi pendapatan negara karena operasionalnya dilakukan tanpa izin. Para pelaku tidak membayar pajak dan kewajiban lainnya kepada negara. Ini adalah bentuk nyata pelanggaran yang harus ditindak tegas, bukan hanya demi kepentingan lingkungan tetapi juga demi keadilan bagi masyarakat dan negara.

“Sesuai arahan Menteri Kehutanan, kami akan terus bersinergi dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain, termasuk PPATK untuk menelusuri potensi pencucian uang dari hasil tambang ilegal, Kementerian ESDM dalam memperketat pengawasan perizinan tambang, serta Kementerian ATR/BPN untuk memastikan aspek tata ruang dan legalitas lahan,” imbuhnya.

Sebagai informasi, aktivitas ilegal ini melanggar pasal 89 ayat (1) huruf a jo. pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang nomor 18 tahun 2013, yang telah diubah dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan hukuman pidana penjara 3 hingga 15 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.

Continue Reading

Trending