KONAWE UTARA – PT Daka Group, sebuah perusahaan tambang yang beroperasi di Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), belakangan ini menjadi sorotan publik. Perusahaan yang diketahui memiliki saham mayoritas sebesar 97,5 persen oleh keluarga mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, kini menghadapi berbagai dugaan pelanggaran yang diduga terjadi dalam operasional tambangnya.
PT Daka Group bukanlah nama asing bagi masyarakat Sultra. Pemilik utama perusahaan ini diduga adalah Sahrin adik dari Ali Mazi, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Saham sebesar 97,5 persen yang dimiliki keluarga Ali Mazi menempatkan mereka sebagai pemegang kendali penuh terhadap jalannya perusahaan tambang yang terletak di kawasan yang kaya akan sumber daya alam ini, memiliki aktivitas utama dalam sektor penambangan mineral dan logam.
Namun, dengan besarnya kepemilikan saham oleh keluarga Ali Mazi, beberapa pihak mulai mempertanyakan potensi konflik kepentingan yang terjadi, terutama dalam hal izin lingkungan dan keberlanjutan sosial di kawasan sekitar.
Beberapa laporan yang diterima oleh media ini menyebutkan bahwa aktivitas tambang PT Daka di Kecamatan Lasolo Kepulauan diduga telah melanggar sejumlah regulasi lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Isu yang kini menjadi sorotan adalah lokasi jetty PT Daka diduga masuk dalam kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Lasolo tanpa perizinan yang cukup. Selain itu, Aktivitas pemuatan biji nikel di pelabuhan jetty PT Daka berdampingan dengan bangunan SD Negeri 3 Lasolo Kepulauan.
Lembaga Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konut mengungkapkan kekhawatiran bahwa limbah berbahaya yang tidak dikelola dengan baik bisa mencemari sumber daya air yang digunakan oleh masyarakat sekitar serta dugaan eksploitasi dunia pendidikan di Bumi Oheo.
“Selain dugaan masuk dalam kawasan TWAL Teluk Lasolo tanpa izin, wilayah jetty Daka Group juga berdampingan dengan gedung SDN 3 Lasolo Kepulauan. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran berkepanjangan terhadap dampak lingkungan dan pendidikan di Konawe Utara,” ungkap Jefri, Ketua Umum P3D Konut.
Rencana relokasi gedung sekolah sebagai kompensasi yang diberikan PT Daka nampaknya hanya sebatas iming-iming. Sebab janji itu diucapkan sejak 2019, tetapi hingga pertengahan Juli 2025, pelaksanaannya belum dilakukan.
“Sudah enam tahun lebih sejak rencana relokasi dicetuskan, SDN 3 Lasolo masih bertahan di kawasan bahaya jetty tanpa relokasi. Jika implementasi terus tertunda, risiko kesehatan dan pendidikan siswa semakin urgensi untuk diatasi,” ucap pria yang karib disapa Jeje.
P3D Konut menilai, dugaan pelanggaran yang melibatkan perusahaan dengan keterkaitan politik yang cukup kuat, seperti PT Daka Group, menyisakan tantangan besar bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dan otoritas terkait dalam menegakkan hukum. Pasalnya, keberadaan perusahaan besar yang didukung oleh tokoh berpengaruh seringkali menjadi hambatan bagi proses penegakan hukum dan keadilan di lapangan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan lembaga-lembaga lingkungan hidup diharapkan dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah ini.
“Ini untuk memastikan bahwa semua kegiatan tambang berlangsung dengan adil, transparan, dan memperhatikan kelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosial,” cetus Jeje.
Ke depan, P3D berharap agar PT Daka Group dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Keterlibatan aktif pemerintah dan masyarakat dalam pengawasan perusahaan tambang juga menjadi salah satu kunci utama dalam menciptakan keseimbangan antara perkembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
“Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dan regulasi yang jelas, diharapkan industri tambang di Sultra dapat tumbuh secara berkelanjutan, tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat,” tukasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak perusahaan. Sementara Kepala Teknik Tambang (KTT) PT Daka Group, Takdir yang sebelumnya bisa terkonfirmasi melalui telepon seluler tiba-tiba bungkam dan menghapus semua pesan singkat yang telah ia kirim.