KENDARIMERDEKA.COM, KENDARI – Tiga warga dari barisan penolak pertambangan di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra) diamankan anggota Polda Sultra pada 24 Januari 2022 sekitar pukul 13.00 Wita.
Ketiganya bernama La Dani, Hurlan dan Hastoma, dengan nomor laporan LP/ 423/ VIII / 2019/ SPKT Polda Sultra, tanggal 24 agustus 2019 yang dilaporkan oleh Sdr. Marlion SH.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sultra, Kombes Pol Bambang Wijanarko, membantah tudingan bahwa ketiga warga itu ditangkap karena menolak adanya pertambangan di daerahnya, tetapi murni karena kasus tindak pidana yang pernah dilaporkan pada 24 Agustus 2019 lalu.
“Isi dalam laporan itu soal tindakan penyenderaaan dan penganiayaan sejumlah karyawan disalah satu perusahaan tambang di Konkep yang dilakukan oleh sekelompok orang termasuk tiga warga yang diamankan tersebut. Jadi ini bukan kasus penolakan tambang yang kemudian mereka ditangkap,” ujarnya.
Lebih jauh, mantan Kapolres Pangkep itu menjelaskan kronologis kejadian. Kata Bambang, sekitar 10 karyawan perusahaan PT GKP sedang bekerja menjaga alat berat yang sedang terparkir di lokasi IPPKH perusahaan itu, tiba-tiba muncul beberapa orang termasuk ketiga pelaku tersebut membawa massa.
“Mereka meminta agar seluruh alat berat yang sedang terparkir di lokasi tuntuk dipindahkan. Namun karyawan menolak, sehingga sekelompok warga termasuk ketiga pelaku langsung menyandera dan mengikat 10 karyawan itu di sebuah pohon,” katanya.
Bukan hanya itu, Ia juga menyebutkan beberapa pelaku mengambil handphone milik karyawan lalu menghapus semua foto dan video pada saat kejadian.
“Salah satu rekan pelaku mengambil dompet karyawan yang berisikan uang tunai Rp.1.300.000, dan sejumlah ATM,” cetusnya.
Perwira polisi berpangkat tiga bunga dipundaknya itu menegaskan, tindakan yang dilakukan oleh Polda Sultra tidak ada kaitannya dengan upaya kriminilisasi, melainkan bentuk penegakan hukum dalam sebuah tindak pidana dengan dasar adanya laporan korban.
“Jadi perlu saya tegaskan bahwa Polda Sultra tidak melakukan penegakan hukum terhadap warga penolak tambang, tetapi Polda Sultra melakukan penegakan hukum atas perbuatan pidana yang dilakukan tiga pelaku berinisial AD dan dua rekannya. Dimana tindak pidana dimaksud, melakukan penyekapan atau penyanderaan terhadap para korban sebagaimana saya jelaskan di atas,” tegas Bambang.
Sementara itu, Ketua LBH Sultra LD Suhardiman menilai, penangkapan tiga warga Wawoni dinilai janggal.
“Tuduhan penangkapan karena kasus penganiayaan sangat keliru dan tidak sesuai fakta di lapangan,” kata Suhardiman
Ia menjelaskan, kejadian tahun 23 Agustus 2019, warga Kecamatan Wawoni marah atas eksploitasi perusahaan tambang PT GKP yang diduga menyerobot lahan warga. Sehingga memantik amarah warga dan menyita beberapa alat berat beserta karyawan.
“Soal karyawan PT. GKP, itu tidak dilakukan penganiayaan. Sama sekali tidak. Faktanya sengaja diamankan agar terhindar dari potensi amukan massa,” sebutnya.
Lanjut dia, Polda Sultra mesti membebaskan tiga warga yang ditangkap tersebut. Upaya protes terhadap perusahaan PT GKP hanya untuk mempertahankan apa yang menjadi hak-hak mereka (warga). Karena diduga PT GKP menyerobot lahan warga yang di dalamnya aneka tanaman yang menjadi sumber mata pencaharian.
“Ini berbicara soal nurani. Mestinya warga dilindungi bukan sebaliknya,” tandasnya.