KendariMerdeka.com, Kendari – Berbagai pendapat muncul menjelang kedatangan 500 lebih TKA asal Tiongkok yang akan bekerja di PT VDNI dan OSS di Kabupaten Konawe. Baik kelompok maupun perorangan, menyoroti untung rugi kondisi ini.
Ketua Presidium JaDI Sultra, Hidayatullah mengatakan, ada sejumlah pernyataan oknum yang seolah mendukung kedatangan 500 TKA. Diantaranya, pendapat oknum yang menyatakan ‘apa yang ditolak’ dari TKA, menurut Hidayatullah, kondisi ini melukai nurani masyarakat.
Dia menyebut, kondisi ini sama dengan pembodohan. Hidayatullah menyatakan, cukup masuk akal dan punya korelasi. Dimana Pemerintah China memiliki kebijakan bahwa setiap penanaman investasi diluar negaranya harus diikuti dengan ekspor tenaga kerja. Misalnya kebijakan law of the control of the exit and entry citizen yang diterbitkan pada 1986, tujuannya untuk mengatasi persoalan kelebihan angka tenaga kerja di China.
“Ini Pembodohan karena untuk mengatasi kelebihan tenaga kerja di China maka Indonesia termasuk Sultra adalah daerah yang harus menampung pekerja China. Memang kita di Indoensia termasuk Sultra ini sudah zero dari pengangguran dan kemiskinan,” tanya Hidayatullah melalui rilis persnya, Jumat (19/6/2020).
Mantan Ketua KPU Sultra ini beranggapan, bukan lagi pembodohan justru ini penjajahan dibidang ekonomi. Di mana Indonesia ditumpuk utang dengan ditingkatkan investasi China sehingga mudah ditekan dan mengikuti kemauan mereka dengan sesuka hatinya. Akhirnya China menambah terus TKA nya yang dominan buruh kasar ketimbang ahli.
“Ini adalah penjajahan dimana Kedaulatan kebangsaan kita terinjak-injak dibawah kendali agresi investasi China,” tegasnya.
Pembodohan selanjutnya adalah pemerintah Indonesia sangat memprihatinkan karena mudah diperbodohi atau mudah ditekan dengan Investor, akhirnya tidak cakap, tidak transparan, dan tidak jujur kepada rakyatnya sendiri dalam menyikapi kedatangan 500 TKA tersebut.
“Masa iya 500 TKA itu semua Ahli. Ahli tentang apa sampai dengan jumlah 500 orang TKA,” tanyanya lagi.
Bukankah dalam UU Ketenagakerjaan, setiap satu orang TKA wajib ada tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping, yang bertujuan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA. Lalu dari 500 TKA itu berapa buruh kasarnya.
“Masa iya buruh kasar TKA didampingi juga dengan buruh kasar tenaga kerja lokal kita, dimana logikanya. Pembodohan yang keterlaluan,” ujarnya.
Sekarang jika dihitung sudah sekitar 5 tahun keberadaan PT. VDNI di Kabupaten Konawe. Lalu kenapa sampai saat ini tenaga kerja lokal di Sultra sebagai pendamping ahli TKA belum juga ada alih transfer pengetahuan sebagaimana dimaksud UU ketenagakerjaan.
“Kalau seperti ini tentunya terus saja TKA ini akan mengganggu stabilitas tenaga kerja lokal kita. Masa iya pendampingan tenaga kerja lokal dalam 5 tahun di PT. VDNI itu statusnya buruh terus,” sindir Hidayatullah.
“Berarti selama ini PT. VDNI tidak melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja lokal kita di Morosi, sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA yang terus datang secara bergelombang dalam 5 tahun terakhir. Berarti sampai saat ini belum terjadi peralihan posisi pekerja asing ke pekerja lokal (transfer of job dan transfer of knowledge). Lalu Pemrov Sultra tidak mengevaluasi peralihan posisi pekerja asing ke pekerja lokal? Lalu yang 500 TKA itu ahli apa sebenarnya? Pembodohan terus terjadi berulang-ulang,” paparnya.
Ia ingin bertanya kepada semua nurani masyarakat Indonesia terkhusus Sultra. Apakah masyarakat tidak tersakiti dan melukai rasa keadilan buruh lokal dengan pembodohan seperti ini?
“Bagi saya ini sangat menciderai rasa keadilan buruh Indonesia,” ujarnya.
Coba bayangkan dimasa pandemi Covid-19 seperti ini selain darurat kesehatan. Indonesia mengalami darurat ekonomi dan bahkan darurat PHK terjadi di depan mata. Pekerjaan semakin sulit. Tetapi kenapa justru pekerjaan yang ada akan diserahkan ke asing.
“Semakin menyakitkan, sampai saat ini belum terlihat upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan Gubernur Sultra untuk mengungkapkan kenapa begitu tega dengan menutupi semua ini,” katanya lagi.
Oleh karena itu, selaku Ketua Presidum JaDI Sultra ia meminta kepda Pemerintah pusat melalui Menaker dan para menteri terkait serta Gubernur Sultra untuk membatalkan surat izin kerja dan surat izin masuk 500 TKA China tersebut di Wilayah Sultra. Dan mereka segera meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan khususnya rakyat Sultra atas kelalaian kebijakan mengizinkan 500 TKA masuk di Sultra.
“Kenapa itu penting, karena kebijakan mengizinkan 500 TKA asal China tersebut pasti menimbulkan gejolak sosial dan kecemburuan dari para buruh lokal, dan mari kita lawan Pembodohan ini demi keadilan bagi rakyat Indonesia,” jelasnya.