KENDARI – Video yang mempertontokan aksi emak-emak mengamuk dan menghadang sejumlah alat berat eksavator di lokasi pertambangan viral di media soal (medsos), Rabu 28 September 2023 kemarin.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, video itu terjadi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Terlihat, puluhan emak-emak mendatangi lokasi tersebut, karena menolak adanya aktivitas penambangan PT WIN yang dekat dengan pemukiman mereka.
Tampak dalam video juga terlihat sebuah tower atau pemancar jaringan seluler. Masyarakat beranggapan bahwa PT WIN memaksakan diri melakukan aktivitas, tanpa ada sosialisasi atau kesepakatan dari masyarakat sekitar area penambangan.
“Coba kita liat pemerintah setempat, sampai ibu-ibu turun lapangan mencegah, masalahnya belum ada sosialisasi, belum selesai disuruh menunggu menahan diri malah mereka (perusahaan) paksakan diri. Tidak ada lagi penghargaan dari masyarakat setempat,” ujar perekam video yang tidak diketahui identitasnya.
Selain ketakutan dampak lingkungan yang nantinya ditimbulkan akibat penambangan dikawasan pemukiman warga, mereka juga takutkan sewaktu-waktu tower yang berada disekitar pemukiman warga bisa roboh, dan itu dapat berakibat pada keselamatan warga setempat.
“Kalau jatuh itu tower bagaimana? Sudah dibilang tahan diri, tapi tetap paksakan kerja,” teriak salah satu emak-emak yang ikut menghadang alat berat.
Kepala Desa Torobulu, Nilham, mengatakan untuk aktivitas PT WIL sendiri sudah lama berlangsung di Desa Torobulu. Tetapi yang diprotes masyarakat, itu di lokasi penambangan baru, yang dekat dengan pemukiman warga.
“Kalau yang lalu-lalu itu kan jauh dari pemukiman, nah ini yang diprotes masyarakat karena ditengah kampung sebelumnya sudah dipertemukan antara perusahaan dan masyarakat, tapi belum ada titik temu,” katanya, Kamis (28/9/2023).
Kata dia, berdasarkan aturan penambangan apalagi berada di kawasan pemukiman itu sudah diatur jaraknya. Pasalnya, ini berhubungan dengan dampak lingkungan semisal debu, ini kemudian ditakutkan masyarakat.
“Kalau legalitas kita belum diberitahu, tapi kalau secara umum kita sudah tahu kalau terlalu dekat jaraknya dampak debu apa semua itu yang ditakutkan masyarakat. IUP ini harusnya diatur juga jaraknya dengan pemukiman, tapi IUP ini biar dalam pemukiman masuk juga,” katanya.
Menurutnya, perusahaan sudah meyakinkan masyarakat saat sosialisasi awal, bahwa mereka akan mengatur jarak penambangan dengan pemukiman warga, dan perusahaan juga tidak akan merusak pembatas alam, seperti pohon-pohon dan sebagainya serta ada kompensasi yang diberikan ke masyarakat.
Masyarakat tetap turun melakukan penolakan, entah alasannya belum ada kesepakatan atau seperti apa. Namun yang jelas, sebagai pemerintah pihaknya berdiri menengahi persoalan ini supaya tidak terjadi konflik panjang.
Dia juga menjelaskan, pihaknya dan Pemerintah Kecamatan Laeya sudah meminta kepada pihak perusahaan agar menahan diri dan menghentikan aktivitasnya, sembari menunggu dan mencari jalan keluarnya.
Biarbagaimanapun, Nilham bilang, banyak warganya yang bekerja di perusahaan PT WIN tersebut. Olehnya itu, pihaknya akan meminta DPRD Konsel untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) menyoal masalah penambangan di area pemukiman warga.
“Nanti kita minta DPRD menggelar RDP tentang bagaimana kebijakan dan yang punya wewenang untuk memutuskan bisa lanjut atau tidak, begitu,” ucapnya.
Sementara, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT WIN, Iman enggan memberikan tanggapannya terkait penambangan di area pemukiman warga.
“Jangan saya, karena saya ndak dilokasi kejadian,” singkatnya.