Connect with us

Berita

Dua Hari Melakukan Pencarian, SAR Temukan Nelayan Hilang di Teluk Lande

Penulis: Gibran

Published

on

La Dadu Berhasil Dievakuasi Tim Basarnas

KendariMerdeka.com – Tim SAR gabungan melanjutkan operasi SAR terhadap satu orang nelayan hilang bernama La Dadu (63) saat memancing di Perairan Teluk Lande Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Selatan. Pencarian SAR ini berbuah manis yakni menemukan korban dengan selamat.

Kepala Basarnas Kendari, Arif Sofingi mengatakan, pukul 08.25 Wita pihaknya berhasil menemukan nelayan tersebut di desa Lapan Dewa Makmur terdampar bersama perahunya.

Dari pengakuan La Dadu, dirinya tidak dapat kembali ke daratan Desa Bahari akibat kondisi cuaca buruk.

“Korban kami temukan dalam keadaan selamat selanjutnya korban di evakuasi ke desa bahari 3. Pada pukul 09.35 Wita korban diserahkan kepada pihak keluarga,” ujar Arif Sofingi, Jumat (26/6/2020).

Tim SAR gabungan ini. Diantaranya, Pos SAR Bau-Bau, Koramil Sampolawa, Polsek Sampolawa, Aparat Desa Bahari, dan Masyarakat Setempat.

Dalam pemebritaan sebelumnya, pada Kamis (25/6/2020) sekitar pukul 17.50 Wita Pos SAR Bau-Bau menerima informasi dari Camat Sampolawa yang melaporkan bahwa telah terjadi kondisi membahayakan manusia yaitu satu orang nelayan hilang saat memancing.

Adapun kronologisnya kata Aris, tanggal 23 Juni 2020 sekitar pukul 15.30 Wita korban La Dadu ijin ke istrinya untuk pergi menyulu dan memancing ikan dipantai Lasoka Teluk Lande. Dua hari tak kunjung pulang, keluarga korban meminta Camat Sampolawa untuk melaporkan kepada Pos SAR Bau-Bau.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Diduga Jadi Penyebab Banjir Lumpur di Desa Baliara, WALHI Desak Pemerintah Cabut Izin PT Timah dan PT TJA

Published

on

KENDARI – Banjir lumpur menerjang sejumlah rumah di Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana pada Selasa 26 Maret 2024 siang diduga dampak dari aktivitas pertambangan.

Direktur WALHI Sultra, Andi Rahman mengatakan, berdasarkan kesaksian warga, luapan air ini berasal dari tanggul penampungan bekas galian tambang nikel PT Timah Investasi Mineral dan PT Trias Jaya Agung.

“Tak lama setelah banjir, warga didatangi pihak dari PT Timah yang bermaksud mengecek keadaan rumah warga yang terdampak,” ujar Andi Rahman dalam keterangan tertulisnya, pada Kamis, 28 Maret 2024.

Dari penuturan warga, pihak PT Timah mengaku belum mengetahui penyebab banjir tersebut, dan baru akan mengecek tanggul mana yang jebol.

Dalam pengecekan yang dilakukan PT Timah bersama warga desa, satu anggota Polsek Kabaena, dan Sekretaris Desa Baliara di beberapa titik, tidak ditemukan tanggul yang jebol.

“PT Timah masih berdalih bahwa tidak semua air bekas galian nikel berasal dari perusahaan mereka melainkan juga dari PT Trias Jaya Agung yang juga memiliki konsesi nikel di Kabaena Barat,” beber Andi Rahman.

Andi Rahman menjelaskan, banjir lumpur yang terjadi disebabkan aktivitas perusahaan tambang nikel secara nyata membuktikan kerusakan lingkungan di Pulau Kecil Kabaena.

Keberadaan izin usaha pertambangan nikel di Pulau Kabaena ini pun menyalahi aturan, karena termasuk dalam kategori wilayah pulau-pulau kecil dengan luas daratan hanya sekitar 873 km² atau dibawah 2 ribu kilometer persegi.

Walhi Sultra pun mendesak Presiden segera menjalankan mandat UU pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU PWP3K) Nomor 27 Tahun 2007 juncto Nomor 1 Tahun 2014.

“Pencabutan IUP ini demi melindungi keberlanjutan dan kelestarian kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah harus segera mencabut seluruh izin pertambangan nikel yang ada di pulau-pulau kecil,” tegasnya.

Hal ini dikuatkan juga oleh putusan, Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan PT Gema Kreasi Perdana perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Wawonii.

Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi melarang aktivitas pertambangan di pulau kecil karena termasuk sebagai kegiatan yang berbahaya.

“Sehingga putusan MK harus menjadi dasar pemerintah untuk segera menghentikan pertambangan di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sultra,” tandasnya.

Continue Reading

Berita

ASR Nyatakan Sikap Siap Maju Sebagai Calon Gubernur Sultra

Published

on

KENDARI – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Sumangerukka menyatakan sikap siap maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada November 2024 mendatang.

“Saya siap maju jadi calon Gubernur Sultra. Kenapa saya ingin maju? Saya kecil disini, sekolah disini dan pernah menjabat disini. Saya kembali untuk membangun daerah sendiri,” katanya.

Andi Sumangerukka yang biasa dikenal dengan sebutan ASR itu mengungkapkan bahwa ia akan maju sebagai calon 01 di Sultra. Saat ini telah menjalin komunikasi yang baik dengan beberapa partai politik.

“Saya pasti maju 01. Saya sudah punya nama untuk 02 saya, tapi masih rahasia. Jika ada tawaran 02 kita akan pertimbangkan,” tuturnya.

Untuk maju sebagai Cagub Sultra, pihaknya membutuhkan beberapa partai koalisi agar memenuhi jumlah kursi.

“PPP hanya tiga kursi. Kalau mau maju cagub butuh enam kursi lagi, jadi butuh koalisi partai. Dan Alhamdulillah proses itu sudah saya lalui tidak akan saya sampaikan partai apa saja yang akan jadi koalisi, tapi kursinya dusah melebihi sekitar 23 kursi,” bebernya.

Sehingga Purnawirawan Mayor Jenderal TNI AD itu berharap, masyarakat dan semua pihak turut dukungan dirinya maju pada Pilgub Sultra 2024.

“Mulai minggu depan saya buka pendaftaran di partai politik,” pungkasnya.

Continue Reading

Berita

Dampak Aktivitas Tambang Desa Baliara Diterjang Banjir dan Lumpur Merah

Published

on

KENDARI – Banjir setinggi lutut orang dewasa bercampur material tanah merah merendam sebagian besar rumah masyarakat di Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (26/3/2024) kemarin.

Kepala Desa (Kades) Baliara, Ancu mengatakan beberapa hari belakangan ini, sebagian besar wilayah di Kabupaten Bombana, termaksuk Desa Baliara terus diguyur hujan.

“Tempat wilayah banjir itu di rumpun Kabeana dan Bugis, akibat hujan yang turun kemarin,” kata dia saat dihubungi dari Kendari.

Ancu menerangkan, sebelumnya di daerah tersebut kerap terjadi banjir, ketika memasuki musim penghujan. Namun air yang menggenang rumah-rumah warga masih relatif jernih, tidak keruh seperti saat ini.

“Bedanya hari ini, ketika banjir airnya keruh (bercampur lumpur). Itu memang kawasan dataran rendah, kemudian karena kebetulan hujan kemarin ditambah air pasang, sehingga airnya tidak langsung turun ke laut. Apalagi dia punya parit, saluran airnya juga tidak baik,” ujar Kades Baliara.

Kades Baliara ini menuturkan bahwa, salah satu faktor yakni adanya aktivitas tambang ore nikel, oleh perusahaan yang melakukan penambangan di Desa Baliara.

Namun untuk kasus ini, ada hal lain yang membuat air banjir menjadi keruh, karena ada penimbunan pemakaman yang tidak ditalud. Akhirnya tanah yang dibawa air hujan memperah keruh airnya.

Meskipun begitu, ia menyebut, pihak  perusahaan sudah membangun cekdam sebagai penyaring air, agar tidak keruh sewaktu turun hujan. Kendati demikian, cekdam tersebut tak mampu menampung debit air, dan meluap turun ke bawah (perkampungan).

“Namun mungkin penyebabnya, adanya perusahaan (aktivitas tambang nikel) begitu,” jelas dia.

Ancu juga mengaku, sejak perusahaan tambang melakukan aktifitas, memang air laut disepanjang garis pantai sudah keruh, dan itu telah berlangsung lama.

Sehingga, berbicara dampak, yang paling merasakan dampaknya rumpun Bajo yang tinggal atau mendiami pesisir Pantai Desa Baliara. Walupun dampaknya, tidak begitu signifikan, sebab rata-rata masyarakat Bajo yang berpofesi nelayan itu, wilayah tangkap ikannya jauh dari pemukiman mereka.

Paling, sebut dia, air laut keruh membuat jarak pandang masyarakat Bajo ketika turun menyelam menombak ikan tidak terlihat jelas.

“Salah satu penyebab air keruh juga, pernah masyarakat Bajo kena gatal-gatal, mungkin penyebabnya itu (air keruh campur lumpur), karena lumpur pasti ada pengaruhnya,” tuturnya.

Kendati demikian, Kades Baliara terpilih tahun 2022 kemarin itu menjelaskan, pihak perusahaan sudah melakukan upaya mengantisipasi supaya tanah bekas galian tambang yang dibawa air hujan tidak langsung turun ke perkampungan, salah satunya dengan membuat cekdam.

Namun lagi-lagi, cekdam tersebut tidak dapat menampung debit air terlalu banyak. Sehingga, saat turun hujan dengan intensitas tinggi, airnya meluap dan turun ke laut.

Kondisi ini pun, tambah dia membuat masyarakat Bajo yang mendiami Pesisir Pantai Desa Baliara pasrah menerima dampak, akibat aktifitas penambangan nikel.

Meski begitu, masyarakat berharap perusahaan memberikan kompensasi sebagai ganti pemukiman mereka tercemar, termasuk kompensasi dampak debu bagi masyarakat tinggal di daratan.

“Itu saja (kompensasi dampak) yang belum terealisasi. Tetapi secara umum, kehadiran perusahaan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, dan banyak warga disini yang dipekerjakan, termaksuk CSR perusahaan juga selalu disalurkan dalam bentuk fisik,” tukasnya.

Continue Reading

Trending