Connect with us

Berita

Dokter di Kendari Pakai Jas Hujan Urus Jenazah Dengan Gejala Covid-19

Penulis: Redaksi

Published

on

seorang pemuda meninggal dunia di Jalan Jeruk, Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia, Sabtu (21/3/2020). Dia didiagnosis sakit demam berdarah, tapi kata keluarga, ada gejala covid-19.

KendariMerdeka.com, Kendari – Ada dua orang warga Sulawesi Tenggara saat meninggal dunia diurus dengan standar penanganan pasien corona. Ternyata tim dokter dan perawat yang bertugas paling depan, menemukan rintangan berat.

Pertama, seorang pemuda meninggal dunia di Jalan Jeruk, Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia, Sabtu (21/3/2020). Dia didiagnosis sakit demam berdarah, tapi kata keluarga, ada gejala covid-19.

“Sedangkan kita banyak orang saat akan mengevakuasi, yaa terpaksa kami lari beli jas hujan di pasar tradisional dekat,” ujar Mauluddin.

Jas hujan yang dibeli, berwarna biru dan hijau. Kontras dengan APD yang umumnya berwarna putih.

Karena ukurannya besar dan beresiko, mantel berharga belasan ribu rupiah itu ditambah lilitan lakban di lengan dan kaki. Meskipun mirip pakaian standar penanganan virus Corona, resikonya lebih besar.

“Mau diapakan lagi, kami harus bertindak cepat. Mengurus jenazah secepatnya karena jika memang positif corona, agar tak menginfeksi orang lain disekitar,” katanya.

Dia menceritakan, saat itu timnya langsung melakukan visum di kamar kos. Kemudian, melilitkan lakban kepada jenazah dan membawa ke rumah sakit.

Keluarga korban langsung diberitahu, agar tak membuka jenazah di dalam peti dan langsung digelar shalat jenazah. Korban dikuburkan sesuai standar penanganan Corona.

Kepala Satuan Gugus Tugas Penanganan Pandemi Virus Corona Covid-19, dr La Ode Rabiul Awal menyatakan, diharapkan peti jenazah tidak dibuka lagi oleh keluarga.

Kompol dr. Mauluddin

“Kami harap, langsung dishalatkan dan dimakamkan,” katanya.

Diketahui, saat ini di Sulawesi Tenggara sudah ada 3 orang pasien positif Corona Covid-19. Sebanyak 982 pasien dalam status ODP, 15 orang berstatus PDP.

Miris, Jenazah Pasien PDP Dilakban

Tangis histeris keluarga menyambut kedatangan jenazah salah seorang pasien berjenis kelamin perempuan berstatus dalam pengawasan di Kabupaten Kolaka. Dia meninggal di RS Bahteramas Kendari, Senin (23/3/2020) usai dirawat sejak Sabtu (21/3/2020).

Wanita berusia 32 tahun itu, memiliki riwayat perjalanan umrah pada Februari 2020. Saat masuk pertama kali, dia sudah mengeluhkan sakit demam, batuk dan sesak napas.

Saat tiba di kampung halamannya di Kolaka, jenazah dibawa dengan mobil keluarganya. Dia dalam kondisi dilakban bening, dibawa dengan sebuah minibus.

Keluarga menangis sejadi-jadinya, saat mengetahui korban datang sudah tak bernyawa. Sebelumnya, pihak RS Bahteramas mengungkapkan, keluarga tidak mau menggunakan peti dan mobil jenazah dari rumah sakit saat hendak dibawa dari Kota Kendari menuju Kolaka.

Direktur RS Bahteramas Sulawesi Tenggara, dr Sjarif Subijakto menyatakan, sudah memediasi, namun keluarga menolak.

“Kami minta mereka tanda tangan terkait resiko di jalan jika tak diurus sesuai SOP lalu kami lepas,” ujar Sjarif Subijakto.

Mereka berharap, pihak keluarga langsung memakamkan pasien. Sebab, dikhawatirkan jika positif Corona, bisa menulari pasien lain jika dimandikan atau disentuh jenazahnya.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Cerita Warga Kecamatan Mowila Soal Dugaan Serobot Lahan Hingga Janji Manis PT Merbau

Published

on

KENDARI – Lagi, dugaan penyerobotan lahan milik masyarakat oleh perusahaan kelapa sawit kembali terjadi. Kali ini, kriminalisasi itu dirasakan warga Desa Rakawuta, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)

Berdasarkan pengakuan seorang warga bernama Aziz bahwa konflik agraria antara pemilik lahan dan PT Merbau Jaya Indah Raya terjadi sejak tahun 2010. Perusahaan menawarkan kerjasama dalam bidang perkebunan sawit kepada warga dengan cara sistem plasma.

“Pada saat itu pihak PT menawarkan berbagai macam keuntugan kepada warga yang mau bergabung,” ungkap Aziz.

Tawaran itu diantaranya adalah, sistem bagi hasil 80-20 atau 80% untuk perusahaan dan 20% untuk warga, jaminan kesehatan, upah harian, biaya sekolah anak hingga di bangku sekolah menengah atas (SMA/SMK/sederajat) serta jaminan pangan untuk warga.

Kata Aziz, perusahaan juga berjanji 3 bulan setelah penandatanganan dan pemberian uang SIP kepada warga, pihak PT akan segera mengerjakan lahan tersebut, namun hal itu tidak terwujud hingga sampai 5 tahun dari waktu yang dijanjikan perusahaan.

Sehingga warga menganggap pihak perusahaan tidak bersungguh-sungguh dan mengundurkan diri dan warga kemudian kembali mengolah lahannya dengan menanami lada atau merica maupun tanaman perkebunan lainnya.

“Setelah 5 tahun tidak ada tindak lanjut, tiba-tiba saja pihak perusahaan datang dan menggusur lahan warga tanpa memberikan konfirmasi ataupun memberikan surat jaminan plasma seperti yang telah dijanjikan kepada warga. Selain itu, lahan warga yang tidak ikut mendaftar juga ikut digusur,” katanya.

Aziz membeberkan bahwa menurut pihak perusahaan bahwa seluruh lahan di Desa Rakawuta dan sekitarnya sudah menjadi hak milik PT Merbau Jaya Indah Raya berdasarkan bukti kepemilikan melalui surat Berita Acara Pengukuran Lahan/Tanah (BAP), Surat Pernyataan Pengalihan/Penyerahan Penguasaan Lahan dan Hak Guna Usaha (HGU).

“Sungguh tipu daya yang luar biasa, karena sampe sekarang pun warga tidak pernah merasa menjual tanahnya. Memang dulu perusahaan memberikan kompensasi kepada warga sebesar Rp700ribu hingga Rp1 juta, tapi itu bukan uang jual beli, melainkan sebagai gantirugi tanaman,” bebernya.

“Kenyataan ini sangat memukul hati warga, maka dari itu warga menuntut keadilan dan menghendaki tanahnya atau haknya kembali serta memutus segala hubungan dengan PT Merbau Jaya Indah Raya,” tambahnya.

Sementara itu, Humas PT Merbau, Mursalim yang dikonfirmasi pada (13/3/25), melalui telepon seluler enggan memberikan tanggapan apapun.

Continue Reading

Berita

Aksi Heroik Seorang Ibu Usir Aktivitas Tambang PT Rimau di Kecamatan Pomalaa

Published

on

KENDARI – Seorang warga Desa Sopura, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) terpaksa hentikan aktivitas penggusuran yang diduga dilakukan perusahaan PT Rimau New World.

Aksi ini nekat perusahaan menggusur lahan warga diabadikan dalam sebuah video berdurasi 1 menit 12 detik, yang telah diposting oleh akun Facebook (FB) bernama @Indy Alzah, Rabu (12/3/2025) kemarin.

Dalam video tersebut, seorang ibu-ibu meminta sejumlah alat berat milik PT Rimau New World untuk menghentikan aktivitasnya.

“Berhenti berhenti, berhentiko, berhenti berhentiko,” ucap ibu-ibu yang diketahui pemilik lahan yang diduga digusur PT Rimau.

Mendengar perkataan pemilik lahan, sejumlah karyawan yang tengah bekerja langsung bergegas meninggalkan lokasi.

Pemilik lahan yang sudah dalam kondisi emosi mempertanyakan, siapa yang memerintahkan para pekerja untuk menggusur lahannya.

Padahal kata, menurut ibu-ibu tersebut, sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak agar tidak melakukan aktivitas pengusuran, sebelum ada kesepakatan yang disepakati pemilik lahan dan perusahaan.

“Sudah ada pembicaraan diatas, jangan ada yang kerja, tapi kenapa dimasukkan alat, kurang ngajar memang, berhentiko,” teriaknya.

Aksi nekat perusahaan ini pun, menuai banyak komentar negatif dari pengguna

FB, salah satunya akun FB @Anthy Fanya.

“Sama punyanya oherQ, mereka gusur baru blum ad ksepakatan harga,” sebutnya.

Sementara, akun FB @Indah Atam Ais mendukung perlawanan kepada perusahaan yang seenaknya memasuki lahan masyarakat, tanpa ada kesepakatan yang jelas.

“Gas terus bu kalau hakta patut di perjuangkan,” ujarnya.

“Sungguh miris ya kalo hak masyarakat kecil tertindas demi pembukaan lahan,” tulis akun FB @Suhardin Sudding.

“Eee kodong stengah matinya itu org tua dia buka lahan baru mau seenaknya sj mereka lain yg mengolah lain yg menjual bagaimana ceritanya itu,” sebut akun FB @Rahmat Alfatih.

Hingga kini, video yang diposting di media sosial (Medsos) FB itu telah dibagikan sebanyak 201 kali, like 370, dan komentar 122.

Sementara, hingga berita ini turunkan, awak media ini masih berupaya untuk menghubungi dan mengkonfirmasi pihak PT Rimau New World.

Continue Reading

Berita

14 Unit Eskavator Disita Dari Lokasi Tambang Batu Ilegal di Konawe Selatan

Published

on

KENDARI – Tim gabungan dari Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Brimob Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menyita 14 unit ekskavator dan memasang plang larang disebuah lokasi tambang batu ilegal yang disinyalir berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).

Operasi ini bermula dari laporan masyarakat kerap mengeluhkan kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT KKU dan CV WM yang berpotensi menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir bandang.

Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun menyatakan, hasil investigasi kami mengungkap bahwa tambang ini dikategorikan sebagai tambang ilegal di dalam kawasan hutan negara, yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif.

Dampak kerusakan ini berpotensi memicu bencana longsor dan banjir bandang, mengingat lokasi pertambangan berada di wilayah perbukitan yang dekat dengan permukiman warga. Kondisi ini menyebabkan kerugian besar bagi negara akibat kerusakan lingkungan dan hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang seharusnya menjadi sumber pendapatan negara.

Aktivitas penambangan ilegal ini dilakukan di kawasan hutan tanpa dilengkapi dokumen Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang sah karena belum memiliki dokumen Penetapan Areal Kerja (PAK).

Selain itu, lokasi tambang ilegal ini telah memasuki Kawasan Hutan Lindung dengan topografi perbukitan curam, sehingga sangat rentan terhadap bencana tanah longsor dan banjir bandang yang dapat membahayakan masyarakat yang tinggal di wilayah bawahnya.

Saat melakukan penyitaan alat berat, tim operasi menghadapi perlawanan dari para pekerja tambang ilegal dan sopir dump truk yang berjumlah sekitar 100 orang.

“Mereka melakukan penghadangan dan memblokade akses jalan keluar, mengancam petugas operasi, serta melempari kendaraan petugas. Namun kami akan tetap kejar dan tindak para pihak-pihak yang terlibat, termasuk pengawas lapangan dan penanggung jawab kegiatan tambang ilegal ini,” ungkap Aswin.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu menegaskan, operasi ini adalah langkah nyata dalam upaya penegakan hukum dan perlindungan kawasan hutan dari eksploitasi ilegal.

“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Tidak boleh ada pihak yang merasa kebal hukum dan bisa mengeksploitasi sumber daya alam secara ilegal tanpa konsekuensi,” tegas Rudianto.

Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi memastikan kepada pihak yang terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal harus bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku.

“Tidak hanya pelaku di lapangan, kami juga akan menelusuri jaringan penerima manfaat dari kegiatan ilegal ini untuk memastikan bahwa semua pihak yang memperoleh keuntungan dari kejahatan lingkungan turut diproses secara hukum,” katanya.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menegaskan bahwa operasi ini merupakan bukti nyata kehadiran negara dalam menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merusak kawasan hutan, serta bagian dari upaya melindungi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dari keberadaan hutan yang lestari.

“Penambangan ilegal bukan hanya kejahatan lingkungan, tetapi juga ancaman terhadap ketahanan ekosistem dan keselamatan masyarakat. Hutan bukan hanya sekadar ruang eksploitasi, tetapi memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan hidrologis, mencegah bencana ekologis, serta menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar,” ujar Dwi Januanto.

“Ketika kawasan hutan dirusak, risiko bencana meningkat, daya dukung lingkungan menurun, dan masyarakat menjadi korban,” tambahnya.

Januanto menekankan, pemerintah tidak anti terhadap kegiatan pertambangan, namun aktivitas tersebut harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan ekonomi negara.

“Negara tidak menolak pertambangan, tetapi aktivitas tambang harus legal, memiliki izin yang sah, dan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” jelasnya.

Tambang ilegal ini bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga menyebabkan kerugian dari hilangnya potensi pendapatan negara karena operasionalnya dilakukan tanpa izin. Para pelaku tidak membayar pajak dan kewajiban lainnya kepada negara. Ini adalah bentuk nyata pelanggaran yang harus ditindak tegas, bukan hanya demi kepentingan lingkungan tetapi juga demi keadilan bagi masyarakat dan negara.

“Sesuai arahan Menteri Kehutanan, kami akan terus bersinergi dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain, termasuk PPATK untuk menelusuri potensi pencucian uang dari hasil tambang ilegal, Kementerian ESDM dalam memperketat pengawasan perizinan tambang, serta Kementerian ATR/BPN untuk memastikan aspek tata ruang dan legalitas lahan,” imbuhnya.

Sebagai informasi, aktivitas ilegal ini melanggar pasal 89 ayat (1) huruf a jo. pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang nomor 18 tahun 2013, yang telah diubah dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan hukuman pidana penjara 3 hingga 15 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.

Continue Reading

Trending