KENDARI – Direktur Utama (Dirut) PT Bumi Sultra Jaya (BSJ), H Wardan angkat bicara soal perusahaannya dituding melakukan penggalapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp4,3 miliar.
Sebagaimana diketahui, pada Agustus 2023 lalu, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Kanwil DJP Sulselbartra) melakukan konfrensi pers di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan agenda penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap) II dari penyidik PPNS DJP Sulselbartra kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sultra.
Sejak saat itu terbangun image negatif di masyarakat melalui berbagai pemberitaan di media bahwa PT BSJ melakukan penggalapan PPN Tahun 2018 dan 2019 senilai Rp 4,3 miliar yang mengakibatkan negara merugi.
“Saya selaku Direktur PT BSJ keberatan dikatakan melakukan penggelapan PPN di Tahun 2018 dan 2019,” kata H Wardan didampingi Kuasa Hukumnya, DR Alwi Jaya.
H Wardan mejelaskan, PT BSJ berdiri pada Tahun 2012, di Tahun yang sama juga, perusahaannya kemudian memulai aktivitasnya dalam mengangkut ore nikel milik rekanan PT BSJ. Selama 2012 sampai 2017, PT BSJ sangat patuh pada aturan dan regulasi yang ada khususnya terkait perpajakan.
“Selama kurun waktu 5 Tahun, PT BSJ terus memberikan kontribusi kepada negara dengan membayarkan PPN tanpa ada problem,” jelasnya.
Namun, pada November 2017 mitra PT BSJ yang menangani pengangkutan ore nikel dari stockpile ke kapal tongkang di karenakan performance yang tidak baik sehingga pada saat itu telah dilakukan penghentian pekerjaannya oleh pihak pemberi pekerjaan yaitu PD Perdana Cipta Mandiri.
“Proses pergantian kontraktor darat yang menangani pekerjaan pengankutan ore nikel dari maining ke tongkang memakan waktu 3 sampai 4 bulan. Saat transisi itu pihak BSJ mengalami kerugian. Yang dimana disatu sisi, PT BSJ tetap mengeluarkan biaya operasional, kondisi tersebut membuat PT BSJ tidak melakukan altivitas apapun sehingga cashflow PT BSJ mulai mengalami gangguan,” ungkapnya.
Selain itu, kejadian tersebut menyebabkan target kuota yang telah disepakati untuk Tahun 2018 tidak dapat terpenuhi sehingga menyebabkan PT BSJ mengalami kerugian. Kemudian diawal Tahun 2019 tepatnya akhir bulan Januari PT BSJ kembali lagi mengalami kerugian, dimana saat itu pihak pemilik cargo ore nikel atau pemilik IUP telah dihentikan kegiatannya untuk sementara waktu dikarenakan adanya IPPKH yang sudah berakhir dan sedang dalam proses perpanjangan atas izin tersebut.
Dalam proses perpanjangan IPPKH itu memakan waktu 3 bulan, selama proses itu juga lagi-lagi PT BSJ harus kembali mengeluarkan biaya operasioanal yang besar seperti penyewaan perbulan 4 unit Kapal tongkang, BBM solar, gaji crew maupun gaji karyawan serta biaya operasional lainnya yang digunakan sampai menunggu izin tersebut selesai diperpanjang.
“Kejadian-kejadian yang telah menimpa PT BSJ diakhir Tahun 2017 dan berlanjut di Tahun 2018 kemudian kembali lagi terjadi di Tahun 2019 tersebut demi kelangsungan atas pendapatan dari kontrak pekerjaan PT BSJ disaat itu sehingga saya memutuskan untuk sebagian dana dari pencairan invoice yang telah diterima, yang seharusnya disetorkan ke negara namun pada saat itu saya putuskan agar dana tersebut dialihkan sementara kepada biaya-biaya operasiinal di lapangan,” bebernya.
Diakhir Tahun 2019, tepatnya pada 31 Desemeber terjadi lagi permasalahan, dimana pemerintah telah menetapkan keputusan terkait larangan ekspor dan lagi-lagi PT BSJ mengalami kerugian yang bertubi-tubi. Dengan permasalahan yang terjadi dari sejak akhir Tahun 2017 hingga sampai 2019 tersebut menyebabkan PT BSJ untuk sementara waktu belum dapat menyelesaikan pembayaran atas kurang bayar dari PPN yang telah tertunggak di Tahun 2018 dan 2019.
Dari kejadian dan peristiwa atas adanya regulasi dari pemerintah terkait larangan eksport membuat Pihak PT BSJ pada saat mengalami gangguan cass flow yang dimana pada saat itu salah satu dari rekan bisnis pemberi pekerjaan belum menyelesaikan sisa tagihan invoicenya yang dalam hal ini adalah PT SKM senilai Rp7,2 miliar lebih.
“Hal ini menyebabkan PT BSJ dalam upaya untuk penyelesaian kurang bayar PPN yang tertunggak pada Tahun 2018 dan 2019 tersebut menjadi tertunda. Selain itu atas kejadian tersebut memasuki Tahun 2020 keuangan PT BSJ semakin terpuruk, ditambah lagi dengan adanya penyebaran Covid 19. Di tahun ini menjadi tahun terburuk, dimana keuangan menjadi semakin tidak stabil,” ucapnya.
“Lagi-lagi PT BSJ tetap harus menjaga eksistensinya dan merealisasikan hak-hak karyawan yang mencapai kurang lebih 140 pekerja. Itu membuat management PT BSJ tetap mengeluarkan dana operasional yang tidak sedikit jumlahnya,” tambahnya.
Walaupun dalam kondisi tidak stabil, PT BSJ tetap merealisasikan kewajibannya kepada negara dengan tetap melakukan pembayaran PPN. Saat proses bukti permulaan di kanwil Makassar PT BSJ telah menyetorkan kewajiban pajak sebesar Rp1,6 miliar lebih.
“Jadi total sisa yang belum kami setorkan setelah dikurangi dari penyetoran pada saat terjadinya Bukper adalah senilai Rp2,1 miliar lebih. Nilai kewajiban tersebut belum dikurangkan dengan pajak masukan yang belum dikreditkan Tahun 2019 senilai Rp803 juta lebih,” tandasnya.
Jadi total keseluruhan sisa yang belum PT BSJ setorkan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kanwil DJP Sulselbartra adalah senilai Rp1,3 miliar lebih. Jadi Total seharusnya yang harus setorkan atas Kekurangan bayar pajak PPN Tahun 2018 dan 2019 yaitu senilai Rp3,9 miliar.
“Kejadian yang telah menimpa saya pada saat ini, menurut hemat saya secara pribadi bahwa atas perbuatan yang saya lakukan dengan belum menyetorkan kekurangan bayar PPN Tahun 2018 dan 2019 ini dimana untuk menetapkan saya sebagai tersangka oleh pihak Kanwil DJP Sulselbartra. Sebagai warga negara yg taat pajak dengan kebijakan yg seharusnya dapat diberikan kepada saya oleh pihak DJP adalah pembinaan, apalagi pihak DJP mengetahui jelas bahwa PT BSJ masih ada piutang yang belum diselesaikan oleh mitranya yang dimana nilai piutang tersebut lebih besar dari utang atas kekurangan bayar PPN yang belum disetorkan di Tahun 2018 dan 2019 trsebut,” tegasnya.
Sadar akan kewajiban terhadap negara dengan menyelesaikan PPN tertunggak, PT BSJ terus berupaya melakukan penagihan kepada rekanannya yaitu PT SKM, hingga upaya hukumpun ditempuh PT BSJ melalui Pengadilan Niaga Makassar pada Pengadilan Negeri Makasar pada tahun 2021.
Hasilnya terjadi perdamaian, dimana dari akta perdamaian yang tercantum didalamnya, isinya tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga menjadikan janji bayar oleh dirinya selaku Direktur Utama PT BSJ kepada Penyidik DJP Kanwil DJP Sulselbartra terkait kekurangan bayar PT BSJ atas penyetoran PPN yang belum disetorkan atau yang dibayarkan sebagai pajak masukan ke Negera belum dapat diselesaikan sampai Tahun 2023.
“Selama Berkas permasalahan pajak perusahaan PT BSJ ini diserahkan ke Kanwil DJP Sulselbartra, saya selaku direktur PT BSJ sangatlah kooperatif dan tidak ada satupun panggilan untuk pengambilan keterangan saya tidak hadiri,” tukasnya.
Kemudian dalam proses pemeriksaan tersebut Pihak yang mempunyai piutang ke PT BSJ dalam hal ini PT SKM juga telah dipanggil oleh pihak Penyidik DJP Sulselbartra untuk memberikan kesaksiannya tentang piutang yang belum diselesaikan dan masih ada sebagian PPN yang juga belum diserahkan kepada pihak PT BSJ namun fakturnya sudah dilaporkan.
Hingga kasus ini dilimpahkan ke Kejati Sultra, pihaknya pun terus berupaya merealisasikan kewajiban PT BSJ yaitu dengan membayar pokok PPN 2018 dan 2019 senilai Rp 4,3 miliar. Dana tersebut, didapatkan dari pembayaran PT SKM ke PT BSJ atas kerjaan yang telah diselesaikan PT BSJ.
Dana Rp4,3 M tersebut sudah ditransferkan langsung ke rekening penampung Kejari Kendari pada 6 November 2023, senilai Rp4,2 miliar. Sebelumnya pada 24 Oktober 2023 sudah dilakukan penyetoran pertama senilai Rp50 juta ke Kejari Kendari.
”Pada kesempatan ini, saya menegaskan bahwa tidak ada niatan dari saya selaku PT BSJ untuk tidak menyelesaikan kewajiban perpajakan kepada negara, dan itu tetap menjadi komitmen saya untuk tetap menyelesaikan denda PPN karena pokok PPN telah terbayarkan senilai Rp4,3 miliar,” tandasnya.