Connect with us

Opini

“Benarkah Langkah Gubernur Sultra” (Bagian II) 500 TKA Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia

Penulis: (Kandidat Doktor) M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM.

Published

on

KendariMerdeka.com – Sebagai proyek strategis nasional yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian dan Gubernur Sultra pada tahun 2019, Morosi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian (PDRB) dan pendapatan masyarakat serta mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Salah satu indikator keberhasilannya adalah pengelolaan sumber daya manusia (Human Reosurce Management)

Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal pembangunan masyarakat dan daerah (khususnya pertambangan dan industry lainnya) di Sultra. Sebelum saya mengulas lebih dalam, alangkah baiknya saya menjelaskan secara akademis benang merah SDM dan modal manusia (Human Capital).

Menurut Schermerhorn (1994) yang diterjemahkan kembali oleh Jimmy L. Gaol (2014), adalah orang, individu-individu dan kelompok-kelompok yang membantu organisasi menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa. Jika saya refleksikan lebih mengerucut maka SDM terdiri dari manusia-manusia yang menjadi modal dasar perusahaan dalam proses kemajuan perusahaan tersebut.

Sampai disitu berarti SDM merupakan modal dasar yang terbentuk dari sekelompok manusia yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Muhaimin Iskandar (2013) bahwa human capital terbentuk disebabkan dua hal besar, yakni :

1. Isu-isu strategis yang bergerak dalam level Internasional. Dalam konteks ini, globalisasi menjadi tolak ukur membangun SDM. Globalisasi diartikan proses pembangunan mental dan karakter untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa.

2. Isu strategis yang bergerak dalam level Nasional. Antara tahun 2015 – 2030 Indonesia mengalami krisis demografi, yakni sebagian besar penduduk berusia kerja dalam era global dan revolusi industri 4.0.

Nah, hubungannya dengan PT. VDNI (dan lainnya), sebagaimana diatur dalam UU 25/2007, tentang penanaman Modal Asing (PMA), pemerintah telah menyediakan sejumlah regulasi sehingga dapat mengantisipasi ekspansi TKA, misalnya UU 13/2003, Perpres 20/2018 dan Permenaker 10/2018. Secara jelas dan tegas mengatur lalu lintas, kualitas dan kuota TKA yang wajib masuk ke Indonesia. Kesemuanya itu dengan tujuan agar anak bangsa kita tidak menjadi TAMU DI RUMAH SENDIRI.

Sebelum saya mengisahkan bagaimana sih pembangunan SDM PT VDNI, terlebih dahulu saya mengulas bagaimana alur TKA dan kasat pembeda dengan tenaga lokal.

Dalam menjalankan pertambangan tentunya penggunaan TKA sangat dibutuhkan dalam konteks transfers-ilmu dan pengetahuan. Sejak 2018 sebesar 95.335 TKA tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 30.626 profesional, 21.237 tingkat manajer dan 30.708 adviser, konsultan dan direksi. Jika dikomparasikan jumlah penduduk Indonesia (268.829 juta jiwa) maka total populasi TKA hanya 0.04%. Sangat sedikit jika dibandingkan Malaysia, Singapura bahkan UEA (telah dibahas pada bagian pertama).

Lalu bagaimana prosedur masuknya TKA?  Berdasarkan Perpres 20/2018, Pasal 1, ayat 1 bahwa TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja diwilayah Indonesia. Selanjutnya syarat untuk masuknya TKA diatur dalam Permenaker 10/2018 (pengganti Permenaker 16 dan 35 tahun 2015), point ketiga dari 7 point yakni perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia. Setalah itu, perusahaan harus memenuhi syarat wajib pemberi kerja, yakni :

1. Memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

2. Membayar dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing (DKP-TKA) untuk setiap TKA yang diperkerjakan.

3. Mengikutsertakan TKA dalam program asuransi di Indonesia minimal 6 bulan bekerja

4. Mengikutsertakan TKA pada program Jaminan Sosial Nasional minimal 6 bulan kerja

5. Menunjuk tenaga kerja pendamping alih teknologi dan keahlian TKA

6. Melaksanakan Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja pendamping (local)

7. Memfasilitasi Pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia bagi TKA.

Setelah melengkapi semua dokumen yang dimaksud di atas, perusahaan mendaftarkan secara online melalui Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja atau Direktur Pengendalian Penggunaan TKA.

Kemudian, sesuai UU 13/2003, perusahaan asing yang memperkejakan TKA maka harus memenuhi syarat bekerja sebagai berikut :

1. Memiliki Pendidikan sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki

2. Memiliki sertifikasi kompetensi atau pengalaman kerja minimal 5 tahun sesuai kualifikasi jabatan atau pekerjaan

3. Mengalihkan keahlian kepada tenaga kerja local (pendamping)

4. Memiliki NPWP bagi TKA yang bekerja selama 6 bulan

Nah dari sini telah terang benderang, apa yang masyarakat kritisi, sehingga menolak kedatangan 500 TKA ? Silakan adukan dan demo namun tetap didukung data dan fakta berdasarkan UU 13 / 2003 tentang ketenagakerjaan dan UU 16 / 2011 tentang keimigrasian.

Sekali lagi anda wajib membawa data dan dokumentasi lengkap untuk mendukung laporan anda. Jika tidak, bukan berarti pemerintah tidak respon, apalagi sampai menyalahkan Gubernur.

Lalu bagaimana dengan PT. VDNI? Berdasarkan data yang saya peroleh, telah memenuhi seluruh unsur yang dimaksud di atas. Bukan bermaksud mendikotomikan kasus, tapi dari aspek regulasi dan perizinan, PT. VDNI secara yuridis telah memiliki dokumen lengkap sesuai persyaratan di atas. Jika tidak memenuhi tentulah tidak akan lolos dan mendapat persetujuan masuk ke Sultra.

Kemudian saya bertanya pada diri saya. Apakah PT. VDNI telah melakukan pengembangan SDM khususnya tenaga kerja lokal?

Sesuai dengan rencana jangka panjang perusahaan bahwa nantinya tenaga kerja lokal yang dipekerjakan sebanyak 18.200 orang. Untuk membangun SDM pekerja lokal maka dilakukan langkah-langkah berikut :

1. Sejak 2014 telah melakukan program magang bagi 80 tenaga kerja lokal ke China untuk gelombang pertama dan kedua. Dan selanjutnya akan dilaksanakan setiap tahunnya.

2. Pada tahun 2016 – 2017 telah memberangkatkan 100 tenaga kerja lokal ke Politeknik di Jiangsu, China.

3. Rencana pembangunan Perguruan Tinggi atau Institute pertambangan di SULTRA sebagai wujud nyata regenerasi pekerja lokal

4. Membangun Nanjing Polytechnic Institute dan bekerjasama dengan UHO di Kota Kendari.

5. Kehadiran TKA adalah sebagai kewajiban perusahaan untuk melalukan alih teknologi dan keahlian kepada pekerja lokal. Menurut aturan minimal 1 TKA memberi pendampingan terhadap 5 tenaga kerja lokal.

6. Pendistribusian Coorporate Social responsibility (CSR) melalui pemberian beasiswa, jalan beton sepanjang 10 KM.

7. Bantuan bagi UKM sekitar masyarakat tambang

8. Pembangunan rumah ibadah, tempat pengajian Alquran dan sekolah di sekitar Mosori

Kesemuanya point di atas dalam rangka membangun SDM lpekerja lokal dan cikal bakal pekerja lokal yang unggul dan berdaya saing.

Dari ulasan di atas apakah kita sudah paham? Tentunya masih meragukan kredibilitas dan niat perusahaan. Apakah mereka bisa sustainaible melakukan alih teknologi, pengurusan visa yang benar, TKA yang sesuai keahliannya, dan masih banyak cerita yang terngiang-ngiang dipikiran kita.

WAJAR !!! Karena kita semua baik pemerintah Sultra, Pemda Konawe, Kepolisian, TNI, Imigrasi, tokoh masyarakat dan agama, akademisi, mahasiswa serta masyarakat awam pasti selalu mencurigai adanya okunum bermain atau adanya cara-cara licik perusahaan. Namun saya bercerita terkait pengalaman sewaktu dipercaya menukangi bidang penegakan hukum lingkungan. Dari sekian banyak kasus, jujur saya banyak menemukan kasus ketidaktaatan pada perusahaan pribumi. Misal, pembuangan limbah langsung ke outlet dan penampungan limbah kelapa sawit ataupun limbah sagu. Begitu juga, pembuangan limbah PT. NII Tonasa yang diduga dilakukan sehingga mencemari terumbu karang dan masih banyak lagi yang ternyata dilakukan perusahaan lokal.

Sementara perusahaan asing (bukan membela) justru kesalahan mereka karena ketidaktahuan (ada juga oknum nakal karena ingin mengeluarkan uang sedikit maka visa kerja diubah menjadi visa wisata. TAPI… itu tidak boleh digeneralisasikan, karena hanya segelintir oknum NAKAL dan bekerjasama dengan OKNUM NAKAL pula…). Misalnya, SLAG atau sampah dari pertambangan nikel. Dalam UU 32/2009 itu dikategorikan limbah B3, namun di China SLAG itu bahkan dijadikan makanan ayam, pupuk dan buat campuran aspal jalan kampung… bahkan PT. ANTAM pun pernah merasakan rapor Biru (entah sampai sekarang) karena melakukan reklamasi buat jalan menggunakan SLAG.

Lalu, pantaskah kita alamatkan masalah itu kepada Gubernur SULTRA? Sangat tidak rasional dan proporsional.

Sekali lagi saya sampaikan, Gubernur dibantu oleh Dinas terkait. Misal, Dinas Lingkungan Hidup mengeluarkan AMDAL dan jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, monggo… masyarakat, perorangan, kelompok, NGO ataupun lembaga berafiliasi dengan lingkungan buat ADUAN ke Bidang Penegakan Hukum DLH Prov. Begitu juga jika terjadi pelanggaran visa masuk, segera adukan ke imigrasi. Jika terjadi penggunaan TKA yang tidak kompeten. Silakan adukan ke Dinas tenaga Kerja.

TAPI… sekali lagi lengkapi dengan bukti dan dokumentasi, sehingga memudakah aparat melakukan investigasi. Jika ada aduan dan setelah dilakukan investigasi serta didapat bukti. Gubernur sebagai pemberi izin akan melakukan teguran lisan, tertulis, sanksi dan penutupan usaha serta pidana. Namun jika tidak ada data yang diadukan dan hanya melakukan demo, boikot dan penolakan TKA serta menuding Gubenur membela TKA maka itu FITNAH….

Gubernur Sultra sangat mencintai dan mendukung masyarakatnya untuk sejahtera dari pertambangan. Namun Gubernur juga sebagai perpanjangan tangan PEMERINTAH PUSAT tidak serta merta menolak TKA, jika memenuhi segala persyaratan. Bedakan hari ini (New Normal) dengan dua bulan lalu dimana masyarakat SULTRA masih panik dengan serangan Covid19, sehingga Gubernur mengambil SIKAP menolak untuk sementara karena menjaga marwah kebatinan masyarakat SULTRA.

Mari kita sudahi polemik yang tidak elok ini…. Bantu dan dukung Bapak Gubernur untuk sebuah kesejahteraan masyarakat Sultra.

Bantu edukasi masyarakt terhadap informasi positif dan sehat.

Bersambung …..

Penulis: (Kandidat Doktor) M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM.

Kepala Bidang Sosial dan Kependudukan Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini

“Surat Buat Mas Menteri”

Published

on

Penulis : Ardi Wijaya, Mantan Sekjen Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, selamat malam Mas Menteri, semoga Mas Menteri senantiasa dalam keadaan sehat, terhindar dari wabah penyakit yang sedang melanda kita saat ini.

Mas Menteri, persis ditengah wabah pandemi, hari ini merupakan salah satu momen sejarah masa lalu pada fase panjang perjalanan bangsa Indonesia. Ya, hari ini adalah Hari Pendidikan Nasional yang terus kita kenang setiap tanggal 2 Mei. Bagi saya, seremonial ini adalah kilas balik  untuk merenungi pencapaian kita tentang keyakinan akan harapan dan mimpi bersama untuk masa depan pendidikan gemilang di seluruh pelosok nusantara.

Mas Menteri, seorang Ibu Guru Sejarah bercerita kepada saya tentang sejarah dibalik peringatan Hardiknas yang kita peringati setiap 2 Mei, bertepatan dengan kelahiran seorang tokoh pejuang pendidikan sejak zaman penjajahan.

Dia adalah Raden Mas Soewardi Suryaningrat. Dari namanya kita kenal, beliau adalah keluarga keraton dan golongan priyayi pada kultur sosial masyarakat Jawa. Sosok yang sangat peduli dengan pendidikan masyarakat pinggiran. Kini kita mengenalnya dengan tokoh Ki Hajar Dewantara. Buah pemikirannya sering dikutip dan menjadi kompas penuntun arah pendidikan kita. Nama yang dipilihnya untuk menghindari predikat bangsawan yang melekat pada dirinya.

Sama rasa dan sama rata adalah prinsip yang kelak harus diwujudkan guna menghasilkan generasi yang secara universal mampu berfikir merdeka. Sejarah mencatat bahwa sebagian besar rentang kehidupan Ki Hadjar Dewantara diabdikannya untuk membangun kesadaran dan kecerdasan generasi Indonesia tentang pentingnya memiliki hidup yang memberi makna dan terus menebar nilai-nilai kebaikan.

Mas Menteri, kata Ibu Guruku, masalah pendidikan yang dihadapi Ki Hajar Dewantara pada saat itu sangat berat, ditengah masa transisi kemerdekaan, beliau menghadapi tantangan untuk mengikis sisa pendidikan kolonial yang selama ini memenjara pemikiran merdeka masyarakat bangsa yang telah lama terbelenggu penjajahan. Ciri doktrin pendidikan kolonial menekankan pada terbentuknya jiwa masyarakat Indonesia yang diselimuti keraguan untuk mengutarakan pendapat, memiliki kerangka berfikir yang dipenuhi oleh kekhawatiran dan rasa takut salah.

Mas Menteri, rendahnya budaya literasi di negara kita sangat erat kaitannya dengan kondisi fasilitas pendidikan kita saat ini. Kata Data menunjukan bahwa Provinsi dengan kepemilikan perpustakaan Sekolah Dasar (SD) terendah adalah Papua, sebesar 31%.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah perpustakaan terendah berada di Maluku Utara sebesar 58,7%. Jumlah perpustakaan paling sedikit dari Sekolah Menengah Atas (SMA) terletak di Maluku Utara dengan kepemilikan 69,2%. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan jumlah perpustakaan terminim terletak di Nusa Tenggara Barat, hanya 53%.

Mas Menteri, jauh di ufuk timur Indonesia, disparitas menjadi fenomena klasik yang sampai saat ini masih menjadi momok bagi wajah pendidikan kita. Sangat memperihatinkan ditengah kucuran 20 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara ternyata belum sepenuhnya memberikan perubahan yang signifikan.

Mas Menteri, saya ingin bercerita sedikit, bahwa setiap pukul 06.00 pagi, saya dan beberapa teman sejawatku harus berjalan kaki menempuh jarak 7 kilo meter untuk bisa merasakan hangatnya duduk menimba ilmu pada pendidikan formal. Naik turun lereng bukit dengan kaki telanjang, melewati hutan belantara dengan riang gembira,  melawan arus menyebrangi sungai, tanpa lupa menenteng alat tulis dan seragam sekolah yang akan digunakan untuk mengikuti proses belajar. Ini adalah kegiatan rutin yang dilakukan 2 kali dalam sehari.

Mas Menteri, sesampainya di sekolah kami melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan buku cetak yang telah kusut sebagai bahan ajar dengan sampul yang telah kusam dan sobek, konon digunakan sejak zaman orde baru. Kondisi sekolah kami berdinding jelajah, atapnya yang terbuat dari pelepah rumbia yang mudah bocor menyebabkan kami sewaktu-waktu harus berkumpul pada sudut ruangan untuk menghindari tetesan air dari atap bangunan sederhana. Dengan fasilitas seadanya kami tetap memiliki keyakinan bahwa semua tempat adalah sekolah.

Mas Menteri, di sini saya belum sepenuhnya mengenal komputer, jauh dari sesuatu hal yang berbau teknologi, terasing dari bisingnya hiruk pikuk kota. Jangankan bisa berbicara Bahasa Asing, ngomong dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar kadang belepotan. Lidahku terasa kaku jika tiba-tiba harus mengucapkan bahasa asing yang terdengar ganjil ditelinga saya. Membedakan lock down dan download saja terasa rumit.

Mas Menteri, mengejar mimpi untuk bertahan dalam kondisi seperti ini kami lakukan hanya demi satu tujuan yakni bisa setara dengan saudara sebangsa yang terbilang cukup menikmati fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Bagaimana mungkin kita mengampanyekan untuk bisa setara dengan bangsa asing, jika ada anak bangsa yang lain masih mengejar kesetaraan dengan saudara sebangsanya sendiri.

Mas Menteri, rasanya asyik ketika membayangkan setiap pagi jika  berangkat ke sekolah saya menunggu bus sekolah yang akan menjemput di lokasi yang jaraknya dekat dengan rumah. Rasanya akan sangat membahagiakan jika tiap saat ingin membaca buku, mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan bacaan bagus, suasana adem dan nyaman dengan beragam ilmu pengetahuan tersedia di sana. Bukankah buku adalah jendela dunia yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui peradaban manusia yang tidak dapat dijangkau dengan indera penglihatan.

Mas Menteri, tapi dibalik semua itu kami selalu percaya dan meyakini bahwa keterbatasan bukanlah hambatan yang dapat mengurung mimpi kami untuk bisa memberikan yang terbaik. Kami akan selalu berusaha semaksimal mungkin menempa diri menjadi generasi yang kelak akan memberi manfaat untuk kemajuan dan perkembangan negeri kita tercinta.

Mas Menteri, bukankah peradaban besar tak dibangun oleh banyak apalagi semua orang tapi oleh sedikit kelompok orang. Sejarawan Arnold Toynbee mengistilahkannya sebagai “Minoritas Kreatif” yaitu generasi yang kini berjuang dan lahir dari tempaan kerasnya seleksi alam dalam kehidupan.

Generasi yang kelak akan selalu eksis dan selalu ada ketika semua orang lain telah tenggelam. Komunitas orang yang tak pernah mau berhenti berjuang untuk yang ia yakini ketika yang lain kelelahan, putus asa dan menyerah. Kami adalah sedikit orang yang terus mencari jalan bagi perbaikan dan perubahan ketika yang lain sudah  merasa buntu dan kalah.

Mas Menteri, jika dapat didengar, ingin rasanya menitipkan harapan kepada  Mas Menteri agar mampu mentransformasi kebijakan yang menyentuh seluruh komponen  pendidikan yang tersebar diseluruh Indonesia. Kebijakan yang mampu dimiliki dan digenggam erat oleh semua, bukan kebijakan yang hanya dicicipi untuk sebagian orang.

Mas Menteri, diharapkan mampu mengikis disparitas yang selama ini terus menjadi penghambat kebijakan strategis pendidikan nasional. Menggenjot infrastruktur dasar sebagai modal fundamental untuk membentuk generasi yang mampu menggunakan teknologi secara bijaksana yang berbasis pada pemenuhan kebutuhan akademik.

Mas Menteri, jiwa muda serta semangat dan tekad yang anda miliki untuk mendobrak dan melakukan  inovasi dengan meningkatkan peran teknologi dalam upaya mewujudkan kualitas, efisiensi dan administrasi sistem pendidikan menjadi lebih lebih baik adalah secercah harapan dari peliknya kesejangan pendidikan yang membentang dari Sabang sampai Merauke.

Mas Menteri, senyum khas dan optimisme dari Mas Menteri diharapkan menjadi pelita dalam gelapnya ruang pendidikan kita. Saya berharap suskes Mas Menteri dalam merintis dan mengembangkan bisnis startup, dapat diterapkan untuk membenahi potret pendidikan Indonesia yang membutuhkan manajemen kepemimpinan yang kreatif dan inofatif demi tercapainya pemerataan infrastruktur pendidikan.

Sekali lagi, Selamat Hari Pendidikan Nasional. Semoga Mas Menteri senantiasa sehat dan sukses untuk mewujudkan ide pendidikan Indonesia yang bertujuan menghasilkan generasi berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Generasi kompeten yang kelak akan membangun negerinya sendiri.

 

#SelamatHariPendidikanNasional

#Hadir&Mengalir

Continue Reading

Berita

Fadli Zon: Prabowo Pemimpin Otentik, Bukan Pemimpin Plastik

Published

on

JAKARTA – Debat pertama Pilpres 2024 sudah beberapa hari lewat, namun publik masih saja terus membicarakannya hingga kini. Baik di laman media mainstream, maupun di media sosial. Masih banyak orang yang belum berhenti membahas debat pertama itu.

Melihat antusiasme tersebut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon punya dua catatan positif terkait debat pertama Pilpres 2024.

Pertama, tingginya tanggapan publik atas debat pertama Pilpres menunjukkan masyarakat antusias mengikuti acara tersebut. Ini manandakan kehidupan demokrasi masih cukup baik. Ada keterlibatan dan partisipasi publik dalam proses berdemokrasi yang tengah berlangsung.

Kedua, berbeda dengan debat pada dua Pilpres sebelumnya, yang hanya menghadirkan dua pasang calon, pada debat Pilpres kali ini kita kembali disuguhi debat lebih dari dua kandidat. Ini juga hal positif lain yang pantas diapresiasi.

Polarisasi dua kubu sebagaimana pernah muncul pada dua Pilpres sebelumnya tak boleh kita pelihara. Sehingga, hadirnya tiga kandidat dalam Pilpres 2024 sebagai bentuk kemajuan. Alhamdulillah, kehidupan demokrasi kita tak jadi mandek. Kita bisa menatap tahun 2024 dengan pandangan lebih optimis.

Terkait isi dan jalannya debat, ada satu poin penting yang ingin saya garis bawahi. Dari tiga kandidat, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto bisa tampil otentik, apa adanya. Ada yang bilang, Prabowo satu-satunya kandidat yang bukan plastik. Saya sepenuhnya setuju dengan perumpamaan tersebut.

“Sebagai tokoh, Prabowo memang tak menyukai pencitraan. Bahkan, dalam sejumlah hal, ia bisa disebut anti-pencitraan. Saya yang mengenal dari dekat selama 30 tahun, menyaksikan bagaimana Prabowo hanya mau tampil apa adanya tanpa kosmetik. Bahasa dan pernyataan politiknya selalu lugas, tak pernah belepotan oleh bedak dan lipstik,” kata Fadli Zon

Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Fadli Zon menyebut, saat menjawab pertanyaan insinuatif dari Ganjar Pranowo atas kasus pelanggaran HAM, misalnya, dengan lugas Prabowo menjawab bahwa ia tak pernah punya persoalan dengan semua tuduhan itu. Kalau ada persoalan, maka tak mungkin sebagian besar aktivis 1998 mau duduk di belakangnya pada debat malam itu.

Atau, jika ia memang dituduh punya persoalan HAM, maka calon wakilnya Ganjar Pranowo, Prof. Dr. Mahfud MD, yang kebetulan menjabat sebagai Menko Polhukam, seharusnya telah membereskan persoalan tersebut.

“Untungnya Prabowo tak bilang bahwa Ganjar Pranowo pun ikut menjadi Tim Pemenangannya tahun 2009 ketika Mega-Prabowo. Saya menjadi saksi dan penulis “Perjanjian Batu Tulis” tahun 2009 ketika Megawati hanya mau maju kalau calon wapresnya adalah Prabowo Subianto. Ganjar ketika itu menjadi bagian dari “Tim Sukses”. Saya menjadi Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Mega-Prabowo dan Hasto Kristiyanto menjadi wakil sekretaris saya,” sebut Fadli Zon.

Kalau Prabowo punya masalah, tak mungkin juga Mahfud MD mau menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014. Saya yang waktu itu meminta dan mengusulkan Mahfud MD sebagai Ketua Tim. Dan saya ditunjuk sebagai Sekretaris Tim yang sehari-hari bekerja sama dengan Mahfud MD berjuang memenangkan Prabowo-Hatta.

“Jadi menurut saya, jawaban-jawaban Prabowo dalam debat pertama Pilpres ini sudah sangat lugas, tegas, dan juga telak. Prabowo tak menjawab dengan kata-kata normatif dan bersayap sebagaimana sering dilontarkan dua kandidat lain, yang sebenarnya jika diteliti hanya bersifat tautologis, jika begini maka begitu,” katanya.

Kelugasan dan otentisitas semacam itulah yang selalu dipertontonkan Prabowo, baik dalam debat kemarin, maupun dalam semua penampilan publiknya selama ini. Ia selalu membahas persoalan, atau menjawab pertanyaan, berdasarkan pengalaman riilnya sebagai manusia Indonesia yang sudah malang melintang. Jika harus tegas, ia akan bersuara tinggi saking semangatnya. Jika harus berkelakar, ia bisa terbahak-bahak. Jika sedang senang, ia akan berjoget spontan yang kini orang namakan “joget gemoy”. Itulah Prabowo, manusia apa adanya, otentik.

Prabowo bukanlah tipikal pemimpin pesolek yang selalu berusaha tampil cantik dan anggun di depan publik, meskipun keanggunan dan kecantikan itu sebenarnya hanya polesan saja. Akibat enggan didandani dan disuruh bersolek itulah banyak orang selama ini telah menyalahpahami Prabowo sebagai tokoh temperampental, sebuah penilaian yang sepenuhnya keliru.

“Silakan dicatat, Prabowo tak pernah menyerang atau menjatuhkan orang di depan publik, meskipun terhadap orang yang pernah menyakiti, mengkhianati, atau mengecewakannya. Mungkin mudah bagi kita untuk menahan diri, karena kita tak pernah disakiti, dikhianati, atau dikecewakan. Tapi Prabowo, orang yang sering difitnah dan dikhianati itu, terbukti bisa menyimpan kemarahan dan kekecewaan pribadinya tetap berada di relung hatinya. Ia hanya meledak-ledak untuk urusan-urusan yang bersifat publik saja. Dan hal ini jelas bukanlah sebuah kekurangan,” ucap Fadli Zon.

Dalam debat kemarin, Prabowo juga tak menonjolkan ke-aku-annya, melainkan lebih banyak mengedepankan ke-kita-an. Berkali-kali ia mengingatkan pentingnya “kekitaan”.

Hal itu bukan hanya semata-mata tinggal dalam kata-kata. Prabowo sudah melakukan dan mempraktikan sendiri semua yang diomongkannya. Jika harus mengalah untuk kepentingan yang lebih besar, ia mengalah. Itulah yang ditunjukkan pasca Pilpres 2019.

Demi persatuan nasional, Prabowo bergabung dengan Pemerintahan Joko Widodo dengan semangat rekonsiliasi nasional. Kalau ada yang bilang tak tahan beroposisi, cobalah bangun partai atau masuk dalam partai politik. Perjuangan politik seringkali tak mudah, tak hitam putih. Ada kalanya harus mundur selangkah, untuk maju seribu langkah. Ada kalanya, perjuangan berliku itu panjang untuk mencapai tujuan.

Terkait kekitaan, Prabowo adalah satu-satunya tokoh yang selalu berusaha merangkul orang lain untuk kepentingan yang lebih besar. Pada Pilpres 2014, misalnya, Anies Baswedan sering menyindir dan menyerang Prabowo. Namun, Prabowo tak pernah memasukkan serangan-serangan itu ke dalam hati. Terbukti, untuk menghentikan kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama di DKI Jakarta, Prabowo telah mengorbitkan dan membiayai Anies jadi gubernur. Hal semacam itu tak mungkin dilakukan oleh orang yang sempit hati dan pikirannya.

“Saya adalah orang pertama yang mengusulkan pencalonan Anies Baswedan sebagai calon gubernur DKI di saat-saat akhir sebelum penutupan pendaftaran KPU. Saya pula yang menulis “perjanjian politik” Anies Baswedan dan Sandiaga Uno serta Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Gerindra) dan Salim Segaf al Jufri (Ketua Majelis Syuro PKS). Selain dengan tulisan tangan, materainya pun darurat pakai ludah saya. Saya menjadi saksi dan pelaku peristiwa itu. Prabowo berjiwa besar mendukung Anies maju sebagai Gubernur DKI,” tandasnya.

Prabowo bahkan menginstruksikan seluruh anggota DPR RI, DPRD Provinsi hingga anggota DPRD Kabupaten/Kota Partai Gerindra seluruh Indonesia yang berjumlah ribuan untuk berkontribusi dana (pemotongan gaji) dan hadir ke Jakarta sebagai Tim Pemenangan di setiap kelurahan di DKI Jakarta. Begitu ketatnya persaingan Pilgub waktu itu dan alhamdulillah, Anies-Sandi menang. Itulah faktanya.

Di zaman simulakra seperti sekarang ini, di mana realitas palsu mudah sekali diciptakan dan disebarluaskan, kita membutuhkan pemimpin otentik dan bukan pesolek. Kita butuh pemimpin berkarakter, yang sudah selesai dengan dirinya, bukan petugas partai, bukan pula ronin.

Continue Reading

Opini

Mengenal Beberapa Teori Hukum Dalam Peradilan Pidana di Indonesia.

Published

on

Oleh : Hendro Nilopo

Status : Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya – Jakarta

Konsentrasi : Hukum Pidana

 

Teori hukum (bahasa inggris : legal theory) atau Yurisprudensi (bahasa inggris : jurisprudence) adalah pendalaman secara metodologis pada dasar dan latar belakang dalam mempelajari hukum secara luas. Terdapat beberapa perbedaan pendapat para ahli mengenai teori hukum, tetapi secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa teori hukum berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kosepsi-konsepsi hukum, prinsip-prinsip hukum, aliran-aliran atau pemikiran dalam hukum.

Kata teori berasal dari kata theoria (Bahasa Latin) yang berarti perenungan dan thea (Bahasa Yunani) yang menyiratkan sesuatu yang disebut relaitas.

Pengertian lain dari teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan di antara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Teori juga merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Teori hukum, memiliki pengaruh terhadap konstruksi hukum tentang bagaimana penggambaran hukum yang ideal (das sollen) dan bagaimana keterkaitannya dengan hukum di dunia nyata atau berdasarkan penerapannya (das sein). (Sumber : wikipedia)

Pada abad ke-5 sebelum Masehi, pemikiran tentang hukum baru mendapat akarnya pada zaman Yunani dengan tokoh pemikirnya yaitu Socrates, Plato, Aristoteles dan Epicurus.

Substansi utama pemikiran mereka adalah masalah-masalah kewajiban dan keharusan negara, keharusan adanya hukum oleh negara, masalah hukum dan keadilan. Inti dari pemikiran mereka adalah Negara diadakan untuk memberi keadilan yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan dengan hukum keadilan itu diwujudkan.

Selanjutnya pada abad ke -17, pemikiran hukum mendapat penguatan-penguatan rasio secara tegas lagi. Hal ini terlihat pada tajamnya perbedaan pemikiran hukum alam, yang kemudian mengakibatkan perpecahan dan melahirkan dua aliran besar, yaitu :

Aliran hukum alam yang irrasional, yakni hukum alam yang bersumber pada rasio tuhan dan aliran hukum alam yang rasional, yakni hukum alam yang bersumber pada rasio manusia.

Pemikir-pemikir yang menonjol di abad ini diantaranya :

Hugo de Groot (1583 – 1645)
Samuel von Pufendor (1632 – 1694)
Christian Thomasius (1655 – 1728)
Benedictus de Spinoza (1632 – 1677), dan
John Locke (1632 – 1704)

Kemudian di abad ke-19 sampai abad ke-20, terjadi perubahan-perubahan besar yang bersifat revolusioner. Teori hukum mengalami perkembangan dengan pesatnya. Pada abad ke-19 tercatat lahirnya aliran-aliran filsafat hukum, seperti mazhab sejarah dan aliran hukum positif. Sedangkan abad ke-20 melahirkan dua aliran besar, yaitu SociologisJurisprudence dan Pragmatic Legal Realism.

Berawal dari 4 (empat) pemikir hebat, teori hukum banyak dilahirkan dan telah di aktualisasikan dalam berbagai sistemperadilan pidana di Indonesia saat ini.

Beberapa diantaranya, yakni :

Teori Absolut (teori pembalasan)
Teori Relatif (deterrence)
Teori Integratif
Teori Treatment, dan
Teori Perlindungan Sosial (social defense)

Teori Absolut (teori pembalasan)

Teori absolut atau teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah untuk yang praktis, seperti memperbaiki kejahatan. Teori ini cenderung memiliki tujuan untuk membalas perbuatan pelaku tindak pidana atau dengan kata lain, teori ini bukan bertujuan untuk memperbaiki pelaku tetapi semata-mata membalas perbuatan pelaku.

Teori absolut ini merupakan teori hukum klasik hukum pidana yang lahir pada abad pertengahan, dimana saat itu di wilayah Eropa raja-raja memiliki kekuasaan yang sangat absolut dan tidak ada batasan yang jelas mengenai perbuatan yang dapat di pidana maupun tidak.

Contoh :

Pelaku pembunuhan yang menghilangkan nyawa seseorang wajib juga untuk di bunuh.
Pelaku penganiayaan berat yang menghilangkan salah satu anggota tubuh dari korbannya harus di hukum sama dengan perbuatannya.

Teori Relatif (deterrence). Berbeda dengan teori absolut, teori relatif adalah teori yang lahir dari aliran modern hukum pidana yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan (Le Salut du people estla supreme). Karena itulah teori relatif tidak lagi bertujuan untuk membalas pelaku tindak pidana, tetapi bertujuan untuk memperbaiki pelaku, serta mencegah terjadinya tindak pidana dengan peraturan-peraturan yang dibuat untuk mencegah kejahatan.

Menurut von Feuerbach, pencegahan tersebut disebut psychologishcezwang atau paksaan psikologis. Dimana, dengan di sahkannya peraturan-peraturan dengan sanksi yang diancamkan kepada pelaku yang melanggar peraturan tersebut, maka niat jahat pelaku bisa berkurang sebelum pelaku benar-benar melakukan tindakan kejahatan.

Teori gabungan adalah teori yang menggabungkan teori absolut dan teori relatif. Teori gabungan ini berangkat dari pemikiran bahwa, baik teori absolut maupun teori relatif sama-sama memiliki kekurangan, sehingga kedua teori tersebut digabungkan untuk menutupi kekurangan satu sama lainnya.

Dalam teori gabungan, pidana di gunakan selain untuk membalas perbuatan pelaku, juga untuk memperbaiki pelaku agar pelaku tindak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi di masa mendatang.

Teori treatment mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas di arahkan kepada pelaku kejahatan dan bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan dari segi proses re-sosialisasi pelanggu, sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas sosial dan moral pelaku tindak pidanaagar dapat beribtegrasi lagi ke dalam masyarakat.

Teori perlindungan sosial (social defence) Teori perlindungan sosial merupakan buah dari pemikiran hukum yang lahir dari aliran hukum modern. Teori ini bertujuan mengintegrasikan individu kedalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Teori ini telah di adposi dan menjadi referensi lahirnya Restoratif Justice. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

 

Continue Reading

Trending