KendariMerdeka.com, Kendari – Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi mendesak Mentri BUMN, Erick Thohir turun dari jabatanya, aksi unjuk rasa diwarnai dengan pengibaran spanduk-spanduk bertuliskan Erickout dibeberapa titik BUMN di kota Kendari, Senin (22/9/2020).
Juru Bicara ARB Sultra, Hartono mengatakan, sudah lebih dari 4.000 pekerja BUMN di PHK sementara ratusan karyawan lainnya berbulan bulan gajinya tidak dibayar. Belasan ribu karyawan BUMN yang masih bekerja gajinya dipotong dan tidak dibayar utuh.
Hartono memaparkan, Pertamina rugi Rp 11 Trilyun, laba PGN ambruk 87%, Garuda rugi Rp 10 Trilyun, PT KAI rugi Rp 1,3 Trilyun, Antam, PLN, Angkasa Pura 1 dan 2, E-Commerce Blanja.com ditutup, dan masih banyak yang lainnya.
“Kegagalan Erick Thohir memimpin BUMN semakin sempurna dengan bertambahnya utang BUMN dan dibentuknya struktur jabatan yang tidak efisien dan boros. Seperti staff khusus Direksi bergaji Rp 50 juta perbulan dengan jumlah yang sangat mungkin mencapai ribuan orang, Advisor yang konon digaji Rp 25 juta perbulan, dengan jumlah yang juga bisa mencapai ribuan orang,” jelas Hartono.
Kata Hartono, penempata ribuan direksi dan komisaris yang tidak transparan dengan penilaian kemampuan yang sangat subjektif, serta beraroma koncoisme juga memperparah kondisi BUMN, serta membuat BUMN semakin tidak profesional.
Rangkap jabatan di masa Erick Thohir yaitu 564 orang meningkat 100% dibanding era Dahlan Iskan yaitu 271 orang dan meningkat 150% dibanding era Rini Soemarno yaitu 222 orang. Rangkap Jabatan ini bertentangan dengan 7 UU dan 2 Peraturan Pemerintah yaitu: Pasal 17 Huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008, Pasal 17 Huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008, UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya Pasal 33, UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Pasal 5 ayat (2) huruf (h), UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 42-43, UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, khususnya Pasal 5 poin (6), UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, terutama Pasal 28 ayat (3), PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, terutama Pasal 54 dan PP No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya Pasal 48 ayat (1).
Data dan angka di bawah ini kata Hartono, membuktikan kegagalan tersebut. Saat Erick Thohir ditetapkan menjadi Ketua Pelaksana PEN dan Penanganan Covid 19 tanggal 20 Juli 2020, korban meninggal akibat Covid -19 berada di angka 4.239 orang dan yang tertular 88.214 orang. 70 hari kemudian, 20 September 2020 korban corona meninggal 9.444 orang atau naik 118 %, yang tertular 240.687 orang atau naik 172 %.
Di bidang ekonomi yang menjadi tanggung jawab Erick Thohir sebagai ketuan Pelaksana PEN juga terlihat gagal total. Diprediksi dalam 10 hingga 20 hari ke depan Indonesia akan masuk dalam jurang resesi dengan pertumbuhan ekonomi dikisaran minus 7%. PHK masal menurut survei sudah mencapai 29 juta orang. UMKM yang tutup tembus 70%, kemiskinan meningkat hampir 10%. Diduga mahasiswa drop out sekitar 50% dari total nahasiswa. Pengangguran bertambah, keresahan meningkat, konflik sosial antar kelompok dll dengan beragam sebab marak di berbagai tempat antara lain: Kendari, Pati, Gorontalo, Pekalongan, Palalawan, Sidoarjo, Ciamis, Samarinda, Ciracas, Mamberamo, Maluku Tengah, Bekasi, Wamena, Jambi, Tangerang, Ciledug dan sebagainya.
“Upaya Jokowi untuk membangun negara dalam situasi Covid 19 ini menjadi sangat gaduh, karena langkah langkah Erick Thohir yang melanggar konstitusi, boros, tidak tepat sasaran. Serta pengisian posisi BUMN yang beraroma koncoisme,” terangnya