KENDARI – Kasus dugaan penggelapan dana pensiun karyawan Bank Pembanyunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sultra.
Terkuaknya kasus dugaa fraud ini, setelah dilaporkan oleh Komisaris Bank Sultra, La Ode Rahmat Apiti ke Polda Sultra, atas dasar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2022, yang mana dana pensiun pegawai Bank Sultra senilai Rp2 miliar digelapkan sejak 2021-2022 yang diduga dilakukan oleh oknum staf Bank.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Sultra, Aksan Jaya Putra (AJP) selaku mitra kerja perbankan, mendukung langkah jajaran komisaris Bank Sultra membuka seterang-terangnya kasus praud ini.
Aparat Penegak Hukum (APH) juga diminta agar menuntaskan kasus praud yang dianggap telah menyelewengkan hak bagi karyawan Bank Sultra.
“Ini menyangkut hak-hak pegawai, dan kami minta APH harus mengusut tuntas kasus ini, karena ini bukan kasus praud pertama kali saja terjadi, tapi sudah berulang kali seperti di Konkep dan Konawe,” ujar dia, Selasa (10/10/2023).
Namun yang perlu digaris bawahi, karena ini temuan BPK, jajaran Direksi Bank Sultra sebagai penanggung jawab perlu mengatensi secara serius kasus ini, dengan meminta pelaku untuk melakukan pengembalian dana yang telah digelapkan.
Sembari dilakukan upaya pengembalian, proses pidananya juga berjalan terhadap oknum staf Bank Sultra yang sudah menggelapkan dana pensiun pegawai Bank Sultra tersebut.
“Ini temuan BPK, harus ada yang namanya pengembalian bagaimana pun caranya. Karena ketika pegawai pensiun, dana itu akan diminta sesuai potongan gaji selama mereka bekerja di Bank Sultra,” tuturnya.
Kemudian lanjut dia, dengan berbagai catatan buruk yang ditorehkan Bank Sultra, tentu akan membuat kepercayaan publik terhadap bank plat merah milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini semakin turun.
“Kalau ini terus terjadi, tidak akan ada lagi kepercayaan terhadap publik, terkecuali ASN karena gajinya disimpan disitu. Tapi bagaimana dengan pihak lain? Makanya kita dorong supaya internal Bank Sultra ini segera menyelesaikan masalah ini dan berbenah,” tukasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus ini terkuak setelah Komisaris Bank Sultra, Rahmat Apiti melaporkan dugaan tindak pidana korupsi raibnya dana pensiun pegawai Bank Sultra berdasarkan hasil audit BPK tahun 2022 lalu.
Rahmat Apiti menjelaskan, awal kasus ini mencuat saat BPK melakukan audit dan hasilnya keluar pada 27 Desember 2022 lalu, ditemukan ada penyelewengan dana pensiun pegawai Bank Sultra. Dimana dana itu, merupakan gaji karyawan yang dipotong setiap bulannya berdasarkan golongan.
Dana itu, menurut Rahmat Apiti disimpan di tiga rekening berbeda. Tetapi seorang staf Bank Sultra diduga menyelewengkan dana sejak 2021 dan uang tersebut dipindahkan ke rekening yang dibuat sendiri tanpa melalui otorisasi serta verifikasi. Parahnya, tanda tangan Bendahara dana pensiun Bank Sultra, Tati dipalsukan oleh oknum staf inisial DBG.
“Saat auditor menemukan adanya kejanggala dan penyelewengan dana pensiun, malam itu juga dia melaporkan di Polresta Kendari, karena merasa tanda tangannya dipalsukan,” ucap Rahmat Apiti.
Berselang sepuluh hari setelah melapor di Polresta Kendari, bendahara itu kemudian mencabut laporannya akibat tekanan dan perintah dari Direktur Bank Sultra dan para direksi. Mendengar laporan dicabut, lanjut Rahmat Apiti mengatakan pihaknya langsung melakukan rapat internal guna membahas masalah raibnya dana pensiun pegawai.
Dalam rapat itu, ditegaskannya selaku komisaris yang betugas mengawasi meminta kasus ini harus ditindaklanjuti dan diproses secara hukum. Sebab disini jelas ada unsur tindak pidana korupsi yang dilakukan oknum staf tersebut.
Tetapi ketika dipertanyakan di jajaran direksi Bank Sultra, ternyata kasus ini terhenti dan tidak ada tindaklanjut. Dia pun menganggap, kasus ini terkesan ingin ditutup-tutupi. Sementara kasus praud serupa lainnya ditindaklanjuti.
Sehingga, berangkat dari situ, Rahmat Apiti melaporkan secara resmi ke Polda Sultra beberapa waktu lalu.